Produksi ikan di Ratatotok meningkat

   

JAKARTA (Bisnis): Produksi ikan di Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulut, pada musim panen sekarang mencapai 100 ton per hari atau meningkat dari hari biasa sebanyak 30-50 ton per hari.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulawesi Utara, Ferry Kokali, mengatakan jenis ikan pelagis kecil seperti tuna, kerapu, dan layur dari Ratatotok sebagian besar diekspor ke Singapura dan Hong Kong.

"Ekspor ikan dari Ratatotok selama mencuat kasus dugaan pencemaran Teluk Buyat, tetapi hanya sekitar satu setengah bulan karena kami berusaha keras meyakinkan pembeli di luar negeri bahwa dugaan pencemaran itu tidak membahayakan kesehatan manusia," katanya di Jakarta pekan lalu.

Dia mengatakan produksi ikan Ratatotok sempat anjlok ketika pasar luar negeri dan konsumen lokal masih bertanya-tanya soal kebenaran informasi mengenai dugaan pencemaran di Teluk Buyat.

Pada waktu yang bersamaan, lanjut Ferry, para nelayan enggan melaut karena hasil tangkapan mereka khawatir tidak terjual dan juga ada pihak tertentu yang sengaja menghalang-halangi nelayan melaut untuk tujuan tertentu.

"Tetapi, setelah situasinya normal para nelayan kembali melaut seperti biasa dan pada musim panen ikan sekarang ini hasil tangkapan dari daerah Ratatotok dapat mencapai lebih dari 100 ton per hari," ungkapnya.

Ferry menjelaskan produksi ikan Kecamatan Ratatotok sebagian besar terserap pasar ekspor karena konsumen dalam negeri secara psikologis masih enggan untuk memakan ikan, termasuk produk ikan dalam kaleng.

Artinya, lanjut dia, dampak dari kasus dugaan pencemaran Teluk Buyat menimbulkan kerugian bagi nelayan dan sektor perikanan secara nasional, tidak hanya di wilayah Sulawesi tetapi juga di Pulau Jawa.

Ketua Bidang Pemasaran Dewan Pimpinan Pusat HNSI, G. Tjipto, mengatakan tingkat konsumsi ikan di Jakarta dan sekitarnya cenderung turun setelah terjadi kasus pencemaran di Teluk Jakarta dan Teluk Buyat.

Hal itu, menurut dia, ilihat a.l. dari total jumlah ikan tuna yang masuk melalui Pelabuhan Perikanan Muara Baru untuk kebutuhan pasar lokal mengalami penurunan mencapai sekitar 60%.

Kondisi yang sama juga terjadi pada jenis ikan layang, yang biasanya diolah menjadi ikan pindang yang digemari masyarakat kelas menengah ke bawah. Jenis ikan tersebut sekitar 70% berasal dari wilayah Indonesia timur.

Menurut Tjipto, produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Muara Baru sebelum terjadi kasus dugaan pencemaran Teluk Buyat dapat mencapai 50-75 ton per hari.

"Tapi sejak terjadi kasus dugaan pencemaran Teluk Buyat itu sekarang ini untuk menjual sekitar 500 kg saja cukup sulit," tegasnya seraya mengatakan pihaknya terus menginformasikan bahwa ikan yang ada di pasar lokal aman dikonsumsi.

 

sumber: