Produksi batu bara nasional diproyeksikan 155 juta ton

 

Bisnis Indonesia , 25 Februari 2005

 

JAKARTA (Bisnis): Produksi batu bara nasional tahun ini diproyeksikan sekitar 155 juta ton per tahun atau meningkat 19% dibandingkan target 2004 sebesar 130 juta ton.

Mahyudin Lubis, Direktur Pengusahaan Mineral dan Batu Bara Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral (GSDM) pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, menyebutkan perkiraan produksi itu diperhitungkan dari realisasi target tahun lalu sebanyak 127 juta ton.

"[Proyeksi] produksi 2005, ada skenario terendah dan tertinggi. Tapi kalau diambil tengah-tengah [rata-rata produksi per tahun] 155 juta ton karena target tahun lalu [2004] 130 juta ton bisa tercapai 127 [juta ton]," ujarnya di Jakarta kemarin.

Namun, Mahyudin mengaku belum dapat merinci kontraktor pemegang kontrak karya (KK) mana yang ditargetkan dapat meningkatkan produksi pada tahun ini.

Dia mencontohkan salah satu kontraktor yang diperkirakan menambah produksi adalah PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang menargetkan produksi tahun ini sebanyak 25 juta ton. Dibandingkan tahun 2004, lanjutnya, KPC hanya mencatatkan produksi sekitar 22 juta ton atau lebih rendah dari patokannya sebanyak 23 juta ton.

Selain KPC, Bisnis mencatat PT Adaro Indonesia juga mematok produksi tahun ini sebesar 26 juta ton atau meningkat dua juta ton dibandingkan realisasi tahun 2004.

Terkait konsumsi komoditas itu di dalam negeri, ungkapnya, hingga saat ini tingkat penyerapan batu bara masih berkisar 30% dari total produksi nasional. Sementara sisanya diekspor ke sejumlah negara, a.l. Jepang, Filipina, Korea Selatan, dan Thailand.

"Memang kami tidak bisa memaksakan kontraktor karena mereka punyak hak untuk menjual selama ada harga yang wajar dan tidak mengganggu pendapatan atau pajak negara," tukasnya.

Harga batu bara sendiri, menurut Mahyudin, berkisar US$23-US$32 per ton di pasar internasional. Sementara harga jual terbaik saat ini masih didominasi produksi KPC yang mencapai US$50 per ton karena kualitasnya.

Dia menjelaskan kecilnya penyerapan pasar domestik itu disebabkan rendahnya kebutuhan untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Namun, tambahnya, kebutuhan batu bara nasional diduga bakal meningkat menyusul rencana pemerintah mengembangkan sejumlah proyek PLTU batu bara dalam waktu dekat.

"Tender pembangkit listrik kemarin kan diutamakan untuk batu bara dan gas. Jadi akan ada peningkatan kapasitas [konsumsi domestik] dalam waktu tiga hingga lima tahun ke depan."

Investor baru

Di sisi lain, Mahyudin mengakui peningkatan produksi batu bara nasional menunggu investor. Penanaman modal itu diperlukan menyusul minimnya kemampuan finansial pemerintah c.q. BUMN tambang untuk mengembangkan sumber daya itu.

Apalagi, katanya, pasokan komoditas itu di pasar internasional masih terbatas karena peningkatan kebutuhan dari sejumlah negara. "Diharapkan ada perkembangan. Tapi ini perlu investor baru."

Menanggapi minat calon investor asal Cina, katanya, kalangan pemodal itu masih menjajagi bidang usaha itu di Indonesia. Namun Mahyudin menuturkan investor itu belum menyebutkan komitmen investasinya.

Sejumlah investor Cina itu a.l Guandong Ricsson Enterprises Co Ltd, Lark Guandong Power Resources Inc, dan Upper Horn Investments Ltd.

"Mereka baru mengumpulkan informasi tentang tentang prosedur pengajuan PKP2B [Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara], termasuk mekanisme akuisisi PKP2B," katanya kepada Bisnis baru-baru ini.

Dia menambahkan perusahaan asal China itu membidik pertambangan batu bara kelas medium-besar dengan produksi tiga hingga 10 juta ton per tahun.

"China itu memang berminat, dari tambang, trading sampai di atas, terminalnya."

sumber: