Produk Batubara akan Dikenai PPN

 

JAKARTA (Media Indonesia,   10 Februari 2004): Karena batu bara mengalami proses sejak ditambang hingga menjadi produk, maka layak dinilai sebagai komoditas barang kena pajak. Hal itu mengemuka dalam pembahasan Tim Kajian Masalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bidang Batu Bara, kemarin.

"Soal besaran persentase pajaknya terserah pemerintah," kata Sekjen Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) Luluk Sumiarso yang juga anggota Tim Pengkajian Masalah PPN bidang Batu Bara di Jakarta.

Diharapkan pada Maret tahun ini kebijakan tersebut dapat dituangkan ke dalam peraturan pemerintah (PP), sehingga royalti dan pajak penjualan yang sejak 2001 sampai 2003 yang ditahan para kontraktor pertambangan senilai Rp2,4 triliun dapat dibagikan ke daerah.

Menurut Luluk, hasil kajian ini selanjutnya akan dibahas oleh tim pemerintah di Sekretariat Kabinet untuk ditentukan apakah batu bara termasuk barang kena pajak (BKP) atau barang bukan kena pajak (BBKP). Tim tersebut terdiri dari pejabat dari Sekneg, Ditjen Pajak, Ditjen Lembaga Keuangan, Ditjen Anggaran, Kantor Menko Perekonomian, Sekjen DESDM, Itjen DESDM, dan Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral.

Sedangkan Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Simon F Sembiring mengatakan, setelah pengkajian di Sekneg hasilnya akan dibahas lagi di sidang kabinet.

Masalah pengenaan pajak terhadap bahan bakar sejenis batu bara menjadi sangat penting untuk dibahas pemerintah mengingat dana bagi hasil dari pertambangan umum saat ini sangat dibutuhkan untuk menambah dana bagi hasil nonmigas bidang pertambangan umum.

Apalagi sejak 2001 setoran dari sektor tersebut ke APBN terus menurun. Tahun 2001, penerimaan dari sektor sumber daya mineral tercatat Rp1,7 triliun. Tahun 2002, tercatat sebesar Rp1,3 triliun dan tahun 2003 turun lagi menjadi Rp1,1 triliun.

Masalah PPN batu bara ini mencuat ketika terbit PP No 144/2000 tentang jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, di mana pemerintah mengubah batu bara dari barang kena pajak menjadi barang bukan kena pajak. Akibatnya, para kontraktor perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) generasi satu dan dua tidak mendapatkan restitusi pajak penjualan sehingga mereka mengalami gangguan cash flow karena meningkatnya ongkos produksi sampai 10%.

Sejumlah kontraktor tambang PKP2B generasi I dan II menunggak atau memotong pembayaran dana hasil produksi batu bara (DHPB) atau royalti sebesar 13,5% kepada pemerintah karena perbedaan penafsiran soal PPN dengan Ditjen Pajak. Tahun 2002, jumlah yang ditahan senilai Rp236,5 miliar, sedangkan tahun lalu mencapai Rp495,2 miliar

sumber: