Presiden: Pelaksanaan Otda Tak Maksimal

Presiden: Pelaksanaan Otda Tak Maksimal

Suara pembaruan, 24 Agustus 2005

 

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui, sampai saat ini pelaksanaan otonomi daerah (Otda) tidak maksimal dan belum sepenuhnya lancar.

Masih banyak tantangan dan hambatan, baik politik maupun administratif yang mengganjal, dan semuanya itu sangat mempengaruhi efektivitas program dan rencana aksi terkait Otda, kata Presiden Yudhoyono dalam pidatonya di sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Selasa, di Jakarta.

Sidang Paripurna DPD yang pertama kali digelar ini dihadiri 1.247 undangan dan stakeholder yang berasal dari daerah, seperti gubernur, bupati/walikota, dan ketua DPRD provinsi/kabupaten dan kota dari seluruh Indonesia.

Disintegrasi

Presiden mengatakan, proses desentralisasi dan Otonomi Daerah yang telah berjalan beberapa tahun ini, pada awalnya diliputi oleh keraguan dan kekhawatiran munculnya disintegrasi bangsa.

"Kekhawatiran itu memang beralasan karena desentralisasi dilakukan secara progresif, cepat dan bahkan tanpa melalui masa transisi. Bahkan proses desentralisasi terjadi pada saat kita tengah diliputi krisis ekonomi yang berdampak pada krisis kepercayaan kepada pemerintah," tuturnya.

Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dihadapkan pada sejumlah tantangan berat, dan tantangan itu memang tidak mudah. Misalnya, bagaimana mengubah pola berpikir aparatur pemerintahan yang sentralistik, yang telah berlangsung lebih dari satu generasi.

Juga bagaimana meningkatkan kapasitas kemampuan daerah dalam menjalankan fungsi dan peranan yang lebih besar sesuai dengan kebijakan Otonomi Daerah, yang selama ini ternyata belum sepenuhnya berjalan sebagaimana diharapkan.

"Keadaan ini sering kali menimbulkan dilema bagi kita dalam mengambil keputusan dan menerapkan satu kebijakan. Akibatnya, keinginan kita agar keputusan dapat segera diambil dan kebijakan segera dilaksanakan, seringkali mengalami hambatan," ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, bangsa Indonesia juga masih dihadapkan pada kelemahan mendasar mengenai sumber daya manusia di berbagai daerah. Mentalitas aparatur pemerintah juga belum sepenuhnya berubah, meskipun reformasi telah berjalan lebih dari tujuh tahun.

Menurut kepala negara, kecenderungan untuk dilayani masih terasa di berbagai lembaga dan instansi pemerintah. Padahal tugas aparatur negara adalah melayani rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme masih juga terjadi.

Sementara itu, penanggungjawab sidang paripurna Bambang Soeroso mengatakan, sidang DPD kali ini agak sedikit berbeda karena rapat ini merupakan konvensi dan sejarah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

sumber: