Presiden Harus Tegaskan Status Irian Jaya Barat
Elite politik di Provinsi Papua menolak hal itu dan hingga kini tidak mau mengakui keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat (IJB) itu. Mereka terus melakukan protes dan gugatan kepada pemerintah pusat.
Sebaliknya, elite politik di IJB mendukung pembentukan provinsi baru itu dan langsung mendeklarasikan pembentukannya. Kini IJB bahkan sudah memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi yang makin memperkuat keabsahan daerah itu.
Meski sudah satu tahun lebih Provinsi IJB resmi berdiri, pro kontra mengenai IJB itu belum juga reda. Instruksi presiden yang mempercepat pembentukan provinsi itu mengambil dasar hukum Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pemekaran Irian Jaya Barat, Irian Jaya Tengah, dan Irian Jaya Timur.
Namun, bagi elite politik di Papua, dasar hukum itu tidak sah. Sebab, pada tahun 2001 sudah ada UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, yang di dalamnya mengatur tentang tata cara pemekaran provinsi. Karena itu, bagi mereka, kalaupun Provinsi Papua akan dimekarkan, mekanismenya harus sesuai dengan UU Otonomi Khusus.
UU No 45/1999 dianggap sudah gugur dan tidak berlaku lagi sehingga instruksi presiden yang membentuk Provinsi IJB juga tidak sah karena memakai UU yang tidak lagi bisa diterapkan sesuai dengan asas hukum.
Persoalan status IJB mencuat kembali ke permukaan dua pekan terakhir menyusul dikabulkannya gugatan DPRD Papua di Mahkamah Konstitusi mengenai status pejabat Gubernur IJB. Mahkamah Konstitusi meminta presiden untuk mencabut kembali Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 327/M mengenai pengangkatan AO Atururi sebagai pejabat Gubernur IJB.
Ketua DPRD Papua John Ibo menegaskan, Gubernur IJB sudah non-aktif berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Jabatan itu tidak sah karena Atururi adalah pensiunan wakil gubernur Papua dan sebagai purnawirawan TNI Angkatan Laut. Ia bukan pejabat eselon I atau eselon II dan juga bukan pegawai aktif sesuai dengan aturan tentang pejabat. "Sekarang, melalui pengacara kami di
Namun, pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) IJB tak peduli dengan sikap elite Papua atau bahkan putusan Mahkamah Konstitusi sekalipun. "Anjing menggonggong kafilah terus berlalu." Apa pun yang dilakukan Provinsi Papua, pemekaran IJB tetap berjalan.
Di IJB sendiri ada kelompok masyarakat yang mendukung dan yang menolak pembentukan provinsi tersebut. Mereka yang menolak IJB selalu berorientasi ke Jayapura sebagai ibu
Pemerintahan juga tidak memfasilitasi dialog antara elite politik dan pejabat IJB dengan pejabat di Papua. Ketegangan terus dibangun melalui pendapat dan gagasan yang saling menjatuhkan, saling membenarkan diri, dan berargumentasi di media
Perangkat Pemprov IJB telah terbentuk. Kantor gubernur sedang dibangun, sekitar 7 kilometer dari pusat
Uniknya, ketika pemilihan umum (pemilu) harus digelar, ternyata Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk provinsi IJB tidak ada. Yang ada cuma KPU Provinsi Papua. Agar aspirasi rakyat tersalur dengan lancar, yang ditugasi untuk menyelenggarakan pemilu di IJB adalah KPU Provinsi Papua.
Di tengah ketidakjelasan inilah, kini para kandidat calon presiden (capres) mengharapkan simpati agar mereka dipilih.
PRESIDEN seperti apa yang diharapkan rakyat IJB? Umumnya mereka menyatakan, presiden yang mampu mempertegas status IJB dan tidak membiarkan polemik terus bergulir di
Presiden, menurut mereka, juga harus mampu mempersatukan para elite politik IJB dan Papua yang berbeda pandangan mengenai pemekaran IJB.
Presiden tidak bisa lagi serta- merta mengklaim kelompok yang menolak pemekaran IJB sebagai simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Independensi dari presiden terpilih terhadap masalah IJB sangat dibutuhkan. Perlu ada kebijakan bagaimana mempersatukan para elite politik kedua daerah untuk menyamakan visi mengenai masa depan IJB dan Provinsi Papua.
Dari
Sosok Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla kebetulan memiliki keuntungan. Posisi masing-masing sebagai mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan serta Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat membuat keduanya dilihat sebagai tokoh yang punya perhatian terhadap persoalan Papua dan IJB.
Di wilayah IJB hampir 100 persen pengusaha dan pedagang adalah warga Sulawesi Selatan, tempat kelahiran Jusuf. Ketika Jusuf melakukan kampanye di Manokwari beberapa waktu lalu, antusiasme dari masyarakat Sulawesi di IJB sangat tinggi.
Pasangan yang diusung Partai Golkar, Wiranto-Salahuddin Wahid, kurang populer di kalangan masyarakat
Yang bakal repot adalah pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi. Meski sebagian warga mendukung kebijakan Megawati membentuk IJB, mesin politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tidak efektif. PDI-P cuma meraih 13 persen suara pada pemilu legislatif.
Pasangan capres-cawapres Amien Rais-Siswono Yudo Husodo tampaknya juga harus kerja keras. Sebab, sebagian rakyat IJB belum mengetahui apa program yang ditawarkan oleh kedua calon ini.
Namun, Siswono cukup mendapat perhatian serta dukungan dari kalangan petani dan pedagang di lokasi transmigrasi.
Capres-cawapres Hamzah Haz dan Agum Gumelar juga tidak populer di kalangan masyarakat IJB. Hamzah memang wakil presiden, tetapi kedekatan dengan masyarakat IJB masih jauh dari yang diharapkan. Partai Persatuan Pembangunan pun dalam pemilu legislatif cuma meraih 5 persen suara.
Janji-janji dalam kampanye tidak banyak bermanfaat bagi masyarakat. Mereka menunggu tindakan konkret.