PMA Anjlok 41%, PMDN Naik 57%

 

Investor, 22 April 2004 - Investasi langsung Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah disetujui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) selama kuartal I 2004 (Januari-Maret) mencapai US$ 1,509 miliar, terdiri atas 209 proyek. Jumlah tersebut anjlok 41,1% dibandingkan periode yang sama 2003 senilai US$ 2,561 miliar.

Demikian Kepala BKPM Theo F Toemion, Rabu (21/4) di Jakarta. Namun persetujuan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) selama kuartal I 2004 mencapai Rp 5,690 triliun atau meningkat 57,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 3,616 triliun.

Anjloknya persetujuan investasi khususnya PMA, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, terjadi karena pemerintah masih belum mampu menyelesaikan persoalan-persoalan internal maupun eksternal yang hingga kini menjadi ganjalan investor.

Persoalan internal itu meliputi iklim investasi yang belum sehat, seperti prosedur perizinan yang panjang dan berbelit, tumpang tindihnya kebijakan pusat dan daerah di bidang investasi, serta kebijakan antarsektor yang belum tuntas.

“Di samping itu juga karena lemahnya kepastian hukum akibat berlarutnya perumusan RUU Penanaman Modal, serta kurang kondusifnya masalah perburuhan,� tutur Sofjan.

Sedangkan kendala dari sisi eksternal, kata Sofjan Wanandi, adalah peningkatan ketidakpastian global yang mempengaruhi rasa aman dalam kegiatan penanaman modal, spekulasi dalam proses merger dan akuisisi perusahaan, serta masalah-masalah kelembagaan di Indonesia. “Yang lebih mencemaskan, turunnya PMA tersebut akibat sebagian besar investor beralih ke negara-negara pesaing, seperti Cina, Vietnam, dan Malaysia yang lebih menarik,� katanya.

Sementara itu, Kepala BKPM Theo F. Toemion menyatakan, izin persetujuan investasi tersebut belum merupakan angka representatif perkembangan investasi di Indonesia. “Sangat tidak fair kalau data itu dijadikan representasi, karena sekadar angka persetujuan dari perusahaan-perusahaan yang meminta fasilitas dalam melakukan investasi di Indonesia. Padahal, ada perusahaan yang tidak memerlukan fasilitas dan tidak ter-cover BKPM,� kilahnya kepada Investor Daily.

Itulah sebabnya, Theo khawatir akan terjadi misleading informasi dari data-data BKPM. Apalagi, katanya, selama ini BKPM tidak mencatat investasi yang masuk ke perbankan, pertambangan, pasar modal, maupun di daerah yang mempunyai kewenangan memberikan izin.

Dalam konteks penurunan PMA dan iklim investasi itu, pengamat ekonomi Indef, Aviliani menilai, potensi dan daya tarik investasi yang dimiliki Indonesia sejatinya cukup besar. Hanya saja, Indonesia terjebak pada persoalan-persoalan ego-sektoral dalam internal departemen teknis maupun persoalan dengan pemerintah daerah. “Ini yang membuat investor enggan masuk, di samping karena kurangnya insentif� katanya.

Aviliani menekankan, meski hingga akhir tahun ini angka persetujuan investasi cenderung meningkat, realisasi investasinya belum akan terjadi.

sumber: