PLTU Suralaya Sudah Normal
Cilegon, Kompas - Pemerintah menjamin tidak akan ada pemadaman listrik hanya karena kekurangan pasokan batu bara ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap Suralaya, Cilegon, Banten. Pasalnya, PT PLN sudah memanfaatkan bahan bakar minyak sebagai pengganti batu bara.
Demikian diutarakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro seusai rapat darurat untuk mengatasi krisis batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Minggu (16/5). Pertemuan tersebut dihadiri PT PLN, PT Kereta Api Indonesia, PT Pertamina, PT Bukit Asam, sejumlah produsen batu bara di Kalimantan, dan pihak pemerintah.
Menurut Purnomo, pelanggan di wilayah Jawa-Bali tidak perlu khawatir karena pasokan listrik di wilayah tersebut sudah dalam status normal karena seluruh unit di PLTU Suralaya sudah beroperasi. Seperti diberitakan sebelumnya, pasokan listrik PLTU Suralaya menurun 1.200 megawatt (MW) dari kapasitas normal 3.400 MW menjadi 2.200 MW. Hal itu mengakibatkan status pasokan listrik untuk Jawa-Bali dalam keadaan siaga karena cadangan hanya tersisa 100 MW pekan lalu.
Sementara itu, Dirut PLN Eddie Widiono mengatakan, saat ini cadangan listrik untuk Pulau Jawa-Bali sudah dalam batas normal kembali. Hari ini (Senin) jumlah cadangan mencapai 700 MW.
"Cadangan itu sudah normal, apalagi kalau tidak ada gangguan pada pembangkit yang ada di Jawa-Bali. Jadi, PLN sekarang bisa bernapas lega. Tinggal menjaga operasi pembangkit lainnya," ujar Eddie.
Dia menambahkan, dengan pergantian bahan bakar dari batu bara menjadi bahan bakar minyak (BBM), PLN terpaksa menambah biaya produksi Rp 100 miliar mulai Mei sampai Juni. Meskipun berat, itu harus ditempuh untuk mengamankan pasokan Jawa-Bali, khususnya menjelang pemilihan presiden.
Insentif fiskal
Pada kesempatan itu, Purnomo mengatakan, Departemen ESDM akan mencari insentif fiskal bagi produsen batu bara yang bersedia memasok batu bara ke PLTU Suralaya dengan harga khusus. Dia menambahkan, insentif itu akan dicarikan seperti insentif yang akan diberikan kepada kontraktor migas di Indonesia.
"Jadi, kami juga berharap agar produsen batu bara memperhatikan PLN demi kepentingan bersama, tapi tentu juga memperhatikan perkembangan harga batu bara dunia pada saat ini," katanya.
Asumsi RAPBN 2005
Menyinggung asumsi harga minyak RAPBN 2005 yang sudah disepakati sebesar 24 dollar AS per barrel, Purnomo mengatakan, keputusan itu baru pada tingkat eselon I. Jadi, belum final dan masih ada kemungkinan berubah karena akan disesuaikan dengan perkembangan harga minyak dunia.
Purnomo mengatakan, saat ini Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) sedang melakukan kajian mengenai kisaran harga minyak OPEC yang kini dipatok antara 22-28 dollar AS per barrel. Oleh karena itu, kalau OPEC menaikkan batas bawah maka APBN nanti bisa saja disesuaikan dengan batas bawah baru yang akan ditetapkan negara-negara OPEC dalam waktu dekat.
Sementara itu, mengenai adanya analisa harga yang bisa melonjak hingga 70 dollar AS per barrel, dia mengatakan, OPEC dalam pertemuan di Amsterdam, Belanda, akan membahas kemungkinan itu. "Oleh karena itu kita berharap semua menteri-menteri OPEC bisa hadir agar kita bisa membahas hal itu bersama," ujar Purnomo.