Perusak lingkungan tak diberi kredit bank

Perusak lingkungan tak diberi kredit bank

JAKARTA: Setelah Kementerian Lingkungan Hidup mengungkapkan daftar kategori hitam perusahaan manufaktur, kalangan perbankan berkomitmen untuk tidak memberikan kredit kepada perusahaan yang tidak becus dalam pengelolaan lingkungan.

Pramukti Surjaudaja, salah satu pengurus Perbanas, mengatakan kalangan perbankan memberikan respon positif terhadap upaya pemerintah menekan debitor bank yang tidak memiliki itikad baik dalam perbaikan lingkungan hidup.

"Kami tentu tidak berniat memberikan kredit ke perusahaan yang menjadi daftar hitam di lingkungan hidup."

Namun, Pramukti yang juga Dirut Bank NISP, menambahkan perusahaan yang telah menjadi nasabah dan menunjukkan upaya perbaikan dalam pengelolaan lingkungan hidup kemungkinan besar tetap dikucuri kredit.

Direktur Pelaksana BII Sukatmo Padmosukarso mengatakan kebijakan bank yang ketat terhadap debitor yang melakukan pelanggaran lingkungan hidup sudah sejak lama.

"Kami tetap meminta diberlakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) terhadap proyek-proyek yang diajukan oleh para debitor. Kalau hasilnya jelek atau mereka menolak melakukan Amdal kami akan menolak menyalurkan kredit," ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Dia memberikan contoh dampak dari salah kelola lingkungan hidup bisa menghentikan operasional perusahaan seperti yang terjadi pada PT Toba Pulp & Paper. "Prinsipnya, hal ini masuk dalam perhitungan manajemen risiko yang dilakukan oleh perbankan. Kalau terjadi penghentian operasional perusahaan yang dimiliki debitor bank yang akan mengalami kerugian."

Sedangkan Direktur Risk Manajemen PT Bank Negara Indonesia Tbk Bien Soebiantoro mengatakan terdapat tiga risiko jika bank mengabaikan faktor lingkungan hidup dalam proses pemberian kredit, yaitu risiko legal, risiko reputasi dan risiko kredit.

Harus hati-hati

"Bank harus berhati-hati untuk memberikan kredit kepada debitor yang dikategorikan tidak ramah lingkungan. Pemberian kredit kepada debitor yang tidak ramah lingkungan mempunyai dampak risiko legal seperti timbulnya tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga terhadap debitor sehingga cash flow perusahaan kacau karena ada biaya ekstra."

Dia menuturkan timbul juga risiko reputasi yang muncul dari pemberitaan negatif di media massa terhadap debitor yang tidak ramah lingkungan. Selanjutnya, tutur dia, akan muncul risiko kredit seperti kegagalan usaha dari pihak debitor sehingga kredit yang disalurkan perbankan macet.

Kementerian Lingkungan Hidup sendiri sejak Maret 2005 lalu telah menandatangani nota kesepahaman dengan BI untuk mengarahkan perbankan agar tidak memberikan komitmen kredit kepada sejumlah perusahaan terutama badan usaha milik negara yang tidak ramah lingkungan.

Rachmat Witoelar, Menteri Lingkungan Hidup, pernah menyarankan agar pihak bank berhati-hati menyalurkan kredit kepada perusahaan yang tengah hadapi gugatan hukum karena tidak ramah lingku-ngan. "Ada sekian belas perusahaan yang tidak beres dan kami akan kasih tahu ini ke BI." (Bisnis, 24 Juni).

Deputi Gubernur BI Maulana Ibrahim sebelumnya menjelaskan pihaknya akan mendorong peran perbankan dalam mendukung pengelolaan lingkungan melalui skema kredit yang diberikan bank. (fahmi.achmad@bisnis.co.id & munir. haikal@bisnis.co.id)

Oleh Fahmi Achmad & M. Munir Haikal
Bisnis Indonesia

sumber: