Perusahaan Tambang Mundur, Penambang Liar Masuk

Banjarmasin,  Kompas, 18 Maret 2004 - Sebuah perusahaan pertambangan emas di hutan lindung Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan, menyatakan mengundurkan diri dan membatalkan rencana eksploitasi. Namun masalahnya, setelah perusahaan besar itu mundur, sekitar 50 penambang liar kini masuk dan menambang di kawasan hutan lindung tersebut.

Perusahaan tersebut, PT Pelsart Tambang Kencana, adalah salah satu dari 13 perusahaan tambang yang diizinkan pemerintah pusat beroperasi di hutan lindung. Kehadiran perusahaan tersebut sebelumnya memicu polemik antara pemerintah dan perusahaan dengan masyarakat adat Dayak Meratus sebagai "penjaga" hutan lindung.

Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Sonny Partono di Banjarmasin, Rabu (17/3), mengatakan, dari 13 perusahaan tambang yang diizinkan menambang di hutan lindung tersebut satu di antaranya ada di Kalsel. "Tapi perusahaan tersebut menyatakan mundur," katanya.

Sonny menyambut baik mundurnya perusahaan tersebut. "Kalau tidak mundur dengan sendirinya, kemungkinan kami yang tidak akan mengizinkan eksploitasi di hutan lindung," katanya.

Menurut Sonny, perusahaan tersebut sudah lama mengeksplorasi atas rekomendasi Pemerintah Kabupaten Kotabaru. Izin eksploitasi yang dikeluarkan pemerintah pusat, menurut Sonny, juga atas rekomendasi Pemkab Kotabaru.

"Pemerintah provinsi tak pernah merekomendasi perusahaan tersebut untuk beroperasi di hutan lindung," ujarnya.

Mundurnya perusahaan itu dari Meratus bukan karena alasan hutan lindung harus dilestarikan, namun karena cadangan emas dianggap tidak memenuhi syarat untuk dieksploitasi.

Tambang liar masuk

Walaupun kalangan pembela lingkungan lega oleh mundurnya perusahaan tambang itu, kini masalah baru muncul dengan masuknya penambang liar ke Meratus. Penambang liar sebelumnya beroperasi di daerah tersebut, namun setelah tahu PT Pelsart meninggalkan lokasi jumlah penambang liar terus bertambah.

Ketua Persatuan Masyarakat Adat (Permada) Zonson Maseri dan Koordinator Aliansi Meratus Muhammad Saleh mengatakan, 50 penambang liar kini beroperasi di wilayah tersebut. Mereka mulai merangsek ke arah tambang yang ditinggalkan PT Pelsart.

Permada dan Aliansi Meratus merupakan lembaga yang menolak tegas penambangan di hutan lindung Pegunungan Meratus. Penolakan tersebut dikuatkan dalam Kongres Adat Dayak Meratus setahun silam yang tegas menentang segala bentuk eksploitasi hutan lindung.

Muhammad Saleh mengatakan, para penambang di Benian, Kecamatan Pemukan Utara, Kabupaten Kotabaru, kini menimbulkan berbagai masalah pencemaran lingkungan. "Merkuri yang mereka pakai untuk mencuci bijih emas mencemari sungai di sekitarnya," katanya.

Sonny tidak membantah pernyataan bahwa para penambang liar sedang mengeksploitasi areal peninggalan PT Pelsart. "Memang sebelumnya sudah ada indikasi itu," katanya.

Akan tetapi, kini belum ada solusi untuk mengatasi penambangan emas liar itu. Pemprov mengaku kesulitan mengatur penambangan liar yang menjadi kewenangan pemkab.

sumber: