Perusahaan Tambang Bekeinginan Setor Dana Bagian Pemerintah

 Jakarta, Kompas, 13 Februari 2004 - Seluruh perusahaan tambang yang hingga saat ini masih menahan Dana Hasil Produksi Batu Bara (DHPB) bagian pemerintah sebesar Rp 1,75 triliun, tetap berkeinginan menyetor dana tersebut. Namun, mereka juga berharap pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 144 Tahun 2000 tentang jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.

Demikian diutarakan Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Jeffrey Mulyono, dalam siaran APBI, Kamis (12/2). APBI mengimbau pemerintah untuk segera merevisi PP 144/2000 yang sudah menjadi obyek perselisihan selama tiga tahun.

Jeffrey mengatakan, untuk meluruskan kesimpangsiuran mengenai setoran hak pemerintah oleh usaha pertambangan, perlu dikemukakan bahwa masalah tersebut muncul setelah pemerintah mengubah status batu bara dari Barang Kena Pajak menjadi Barang Bukan Kena Pajak, supaya perusahaan kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi I tetap menyetor DHPB bagian pemerintah.

DPR mendesak perusahaan pertambangan untuk segera menyetorkan DHPB bagian pemerintah ke kas negara. Bagian pemerintah yang ditahan sejak tahun 2001 tersebut, hingga kini terus menggelembung nilainya mencapai Rp 1,75 triliun.

Anggota Komisi VIII DPR Djusril Djusan mengatakan, tak ada yang berhak menahan dana yang menjadi hak pemerintah supaya arus kas negara tidak kacau akibat perselisihan penafsiran peraturan mengenai perpajakan antara pemerintah dan pengusaha.

Menurut Jeffry, masalah perselisihan muncul karena perusahaan kontraktor PKP2B generasi I, berdasarkan kontrak, setelah membayar PPN, berhak meminta penggantian kepada pemerintah. Pasalnya, PPN ini merupakan pajak baru di luar pajak-pajak yang ditetapkan di dalam PKP2B.

Akan tetapi, penggantian belum terlaksana meskipun sudah melewati batas waktu 60 hari. Akibatnya dari itu, bagian pemerintah terpaksa ditahan pengusaha karena mereka mengalami kesulitan arus kas. Sebagian dana hasil penjualan batu bara (nonroyalty) tak terbayarkan sepenuhnya.

Dibenarkan

Jeffry mengatakan, sebenarnya penahanan DHPB bisa dibenarkan hukum sebagai kompensasi pembayaran. Itu berdasarkan kajian hukum di dalam bagian keempat, bab keempat, buku ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang kompensasi atau Perjumpaan Utang yang bisa dibenarkan.

Jeffrey mengutarakan, berdasarkan surat Direktur Jendral Pajak tanggal 11 Juni 2003 dalam butir 8.C dinyatakan bahwa kontraktor PKP2B generasi I tidak terpengaruh oleh PP 144/2000. Pasalnya, aturan yang berlaku pada mereka adalah ketentuan yang tercantum dalam PKP2B dan sedang disusun tata cara pengembaliannya.

Sementara perusahaan kontraktor PKP2B generasi II mendapat tambahan biaya produksi sebesar 8-10 persen karena harus tetap membayar DHPB dan membayar penuh PPN. Kebijakan itu dinilai memberatkan, karena perusahaan batu bara kebanyakan berskala kecil dan menengah yang sebenarnya telah membayar PPN sebesar 6-10 persen dari total biaya

sumber: