Pertambangan di Hutan Lindung Dipermudah

Pertambangan di Hutan Lindung Dipermudah
Kamis, 23 Maret 2006 | 17:11 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah memberikan kemudahan bagi investor yang menambang di hutan lindung. Mereka kini tak perlu menyediakan lahan di luar hutan sebagai pengganti areal hutan yang ditambang. Sebagai gantinya, investor bisa membayar sejumlah uang.

Demikian isi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 14/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Revisi atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 55/kpts-II/1994 ini berlaku sejak 10 Maret lalu.

“Uang itu sebagai penerimaan negara bukan pajak,” papar Menteri Kehutanan MS Kaban di Jakarta kemarin.

Menurut dia, mengganti kompensasi lahan dengan uang adalah respons dari keinginan pemerintah untuk mempercepat investasi. “Jangan sampai investasi terhenti karena investor sulit mencari lahan pengganti hutan yang ditambang,“ kata Kaban.

Dalam aturan lama, pertambangan di hutan lindung hanya boleh dilakukan secara tertutup. Investor juga diharuskan menyediakan lahan pengganti hutan lindung yang dijadikan areal pertambangan.

Namun, aturan ini ternyata tidak menarik bagi investor karena selain sulit mencari lahan pengganti, biaya yang dikeluarkan juga lebih besar. Buktinya, sedikit sekali investor yang mau berinvestasi dengan aturan ini.

Aturan baru menyebutkan, investor tambang yang tidak mampu menyediakan lahan harus mengeluarkan sejumlah uang. Uang itu digunakan antara lain untuk biaya pengukuran, pemetaan, pemasangan tanda batas, inventarisasi kayu, dan ganti rugi nilai kayu pada hutan yang dipakai. Uang ini nantinya akan berstatus penerimaan negara bukan pajak.

Kepada Tempo Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Boen M. Purnama mengatakan, pemerintah tidak akan pernah mentolerir pertambangan terbuka di hutan lindung. “Kalau investor tidak mau sistem tertutup, ya tidak akan diizinkan, “ kata Boen.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang, Siti Maemunah menilai, sulit bagi pemerintah mengukur secara tepat berbagai parameter hutan yang harus diganti investor. Pasalnya, hutan tidak bisa dipandang sebagai komoditas kayu saja.

Keluarnya peraturan baru itu, menurut dia, merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah dalam menanggulangi kerusakan hutan.

“Hutan mengandung nilai ekosistem yang tak ternilai, “ kata dia. “Tidak ada jaminan uang itu untuk rehabilitasi hutan yang rusak”

Menurut dia, pertambangan di hutan lindung hanya dapat dilakukan dengan sistem tertutup. Sistem ini, dijamin tidak akan merusak hutan dan sudah diperbolehkan sejak lama.

Sedangkan, pertambangan sistem terbuka hanya berlaku bagi 13 perusahaan yang memiliki izin sebelum Undang-Undang 41/2004 tentang Kehutanan terbit.

EWO RASWA

sumber: