Persepsi Pertambangan (1): Siapa Bilang Investasi Minerba kurang Menarik?

Ada sebuah pertanyaan apakah investasi di subsektor minerba masih menarik? jawabannya tergantung dari mana atau siapa yang melihat. Laporan PriceWaterCooper tahun 2008 menyebutkan bahwa tidak ada penambahan investasi yang signifikan tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya. Investasi yang dibelanjakanpun kebanyakan pada tambang-tambang yang sudah berjalan. Demikian laporan tersebut. Sedangkan fakta di daerah memperlihatkan pertumbuhan KP yang luar biasa selama tahun 2007-2008 lalu, atau selama otonomi daerah diberlakukan.  

 

Apakah dengan demikian sudah terjadi pergeseran pola di dalam investasi tambang di tanah air? Jawabnya juga belum tentu. Hal ini karena dari 3000 lebih KP yang diterbitkan oleh daerah selama era otonomi daerah tersebut, juga sebagian diantaranya masih dipertanyakan keberhasilannya. Namun jawab yang penting adalah, bahwa sebenarnya minat tambang tersebut masih sangat besar dan merata. Artinya potensi kekayaan mineral Indonesia tetap menggiurkan dan diperebutkan baik oleh pengusaha besar ataupun kecil. Di belakang KP daerah tersebut terdapat sejumlah besar perusahaan luar dan dalam negeri, dari mana saja? Ada yang dari China, Korea, India, Malaysia, dll. Sedangkan untuk  investor luar pada KK dan PKP2B banyak yang berasal dari perusahaan-perusahan kelas dunia seperti BHP, BP, Freeport, Newmont, dll.

 

Ke-depan pola ini akan berubah lagi, karena KP akan berubah otomatis menjadi IUP sedangkan PKP2B dan KK masih tetap ada namun beberapa bagian diantaranya harus menyesuaikan diri dengan UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Saat ini masih dilakukan evaluasi tentang hal ini. Di samping itu untuk IUP baru diperlukan pola lelang yang bisa diikuti oleh investor dalam ndan luar negeri.

 

UU Minerba mensyaratkan adanya upaya nilai tambah bagi produk pertambangan. Sempat terdengar adanya opini yang menyebutkan bahwa ini adalah tidak kondusif karena kita tidak punya teknologinya, karena ini membutuhkan modal yang tidak sedikit, karena belum saatnya, dan seterusnya.

 

Benarkah demikian?

 

Dari media masa dapat dikuti bahwa minat investor untuk berpartisipasi dalam sector minerpabum adalah cukup besar, misalnya saja: Neraca, 28 Juli 2009: “Middle East Coal menyatakan akan berinvetasi dalam pembangunan infrastruktur kereta api senilai US$ 1 miliar di Kalimantan Timur, sepanjang 130 km dari Muara Wahau ke terminal pengangkutan batubara di Bengalon.

 

Bisnis Indonesia, 6 Agustus 2009: “ Pohang Iron and Steel Company (POSCO) dari Korea Selatan, produsen baja ke-dua terbesar dunia menyatakan membangun pabrik baja lembaran di CIlegon sebesar US$ 2-2,5 miliar, yang akan digunakan untuk membangun fasilitas peleburan dari bahan baku slab menjadi baja canai panas sebelum dip roses menjadi plat”.

 

Republika Online, 6 Agustus 2009: “Konsorsium Korea Selatan dan Indonesia, JSK International Co Ltd bersama PT AGB Mining, segera melakukan penambangan dan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian logam mangaan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Investasi senilai Rp 650 miliar diharapkan bisa membuka lapangan kerja bagi ribuan pemuda setempat. Rencana itu terungkap dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara JSK International bersama AGB Mining dengan Pemprov NTT.

 

 

Itu hanya cuplikan beberapa fakta saja, dan  sesungguhnya masih banyak lagi yang lain,  misalnya saja: "PT Indosmelt menggandeng perusahaan Australia, Ausmelt, akan membangun smelter tembaga di Maros, Sulawesi Selatan dengan nilai sebesar US$ 500 juta dan akan berdiri tahun 2014."  Masih banyak lagi hal-hal semacam ini yang tersebar di berbagai penjuru tanaha air.

 

Apa artinya?

 

 

Artinya adalah bahwa pasar merespon hal ini dan para pengusaha bersiap-siap untuk menuju era baru yang lebih baik. Kita juga  bersiap menuju era baru yang lebih mengoptimalkan manfaat hasil tambang untuk sebesar-besar  kebutuhan rakyat secara lebih berkelanjutan. Tinggal saja beberapa persyaratan lainnya perlu dipersiapkan dari sisi pemerintah, masyarakat dan pengusaha. Pemerintah perlu menyiapkan agar regulasi yang ada dapat mendorong dan mendukung pertumbuhan industri hulu dan hilir produk pertambangan secara bersamaan, pengusaha perlu merespon dengan menyiapkan teknologi dan kapital yang diperlukan untuk itu, sedangkan masyarakat juga perlu ditingkatkan daya belinya agar semua ini dapat berjalan dengan baik. 

 

 

Apabila Pemerintah konsisten dengan kebijakan ini, maka yang terjadi adalah harapan bahwa pasar dalam dan luar negeri akan merespon dan menyesuaikan. Pihak asing pun tentu akan memahaminya dan tinggal mengatur pola-pola baru yang tetap berlandaskan kerjasama pada keuntungan bersama antara berbagai pihak. Permainannya adalah "win-win solution" semua pihak menang bukan "win-lost" atau "lost-lost". Itu yang diharapkan dan semua itu bisa dicapai dengan itikad bersama dan konsistensi untuk mencapai hal tersebut.

 

edpraso\"Smile\"\"Smile\"

 

sumber: