Perppu Kehutanan Beri Peluang Menambang di Hutan Lindung

 

Jakarta, Kompas - Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dengan perppu tersebut, polemik tumpang tindih kegiatan penambangan di hutan lindung dapat diselesaikan. "Persoalan itu sudah berlangsung dua tahun," katanya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (11/3).

Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri tanggal 11 Maret 2004, prinsipnya menambah ketentuan baru pada UU Nomor 41/1999, yaitu Pasal 83 (a) dan Pasal 83 (b).

Pasal 83 (a) menegaskan, semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan di kawasan hutan sebelum berlakunya UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau perjanjian tersebut.

Sebelumnya, menurut UU Nomor 41/1999 Pasal 38 (4), ditetapkan pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Dengan ketentuan ini, 150 izin pertambangan yang telah dikeluarkan menjadi terhambat realisasinya karena lokasinya berada di hutan lindung. Setelah melalui berbagai proses, maka tinggal 22 kontrak pertambangan yang dibawa ke DPR untuk dibicarakan kelanjutannya.

Dari hasil pembicaraan dengan DPR, akhirnya disepakati 13 kontrak pertambangan yang diprioritaskan untuk diberikan izin melanjutkan kegiatannya, dengan pertimbangan cadangannya jelas ada dan secara ekonomis nilainya sangat tinggi. "Kegiatan yang ada adalah tambang mineral dan batu bara," kata Dorodjatun.

Terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2004 itu akan diikuti dengan keputusan presiden (keppres) yang menjelaskan perusahaan-perusahaan yang mendapatkan izin untuk melanjutkan kegiatan penambangannya di lokasi hutan lindung.

"Keppres itu hanya akan menyebutkan 13 perusahaan, tidak ada yang lainnya," kata Menteri Kehutanan (Menhut) M Prakosa tegas seusai rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden, dihadiri Menteri Kehakiman/HAM Yusril Ihza Mahendra, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet Bambang Kesowo, dan Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar.

Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Freeport Indonesia, PT Karimun Granit, PT INCO Tbk, PT Indominco Mandiri, PT Antam Tbk (Buli Malut), PT Nataram Mining, PT Nusa Halmahera Minerals, PT Pelsart Tambang Kencana, PT Interex Sacra Raya, PT Weda Bay Nickel, PT Gang Nikel, PT Sorikmas Mining, dan PT Antam Tbk (Bh Bulu Sultra).

Perppu Penebangan Liar

Selain perppu untuk mengganti UU Nomor 41/1999, Presiden juga akan menandatangani perppu penanganan penebangan liar dan perdagangan liar. "Perppu ini segera dikeluarkan, saat ini masih dikaji oleh sebuah tim. Dengan perppu ini kita akan membuat terobosan untuk menangani illegal logging (penebangan liar) dan illegal trade (perdagangan liar)," kata Prakosa.

Dengan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) yang ada sekarang, menurut Prakosa, hampir dapat dipastikan tidak akan dapat memberantas praktik penebangan liar dan penyelundupan kayu. "Illegal logging ini sudah seperti kegiatan terorisme dan dengan hukum acara yang ada sulit untuk menanganinya. Karena prosesnya sangat panjang, sering kali membuat pelaku lolos dan tidak menimbulkan efek jera," ujarnya.

Perppu yang akan dikeluarkan oleh pemerintah, Menhut melanjutkan, akan membuat mekanisme penegakan hukum terhadap illegal logging lebih cepat. "Ada gugus tugas yang dibentuk, untuk khusus menangani itu. Bila ditemukan illegal logging, langsung diproses, dan bila bukti-bukti cukup langsung dibawa ke pengadilan tanpa harus melalui mekanisme pemeriksaan kepolisian, penyidikan kejaksaan lagi. Paling lama prosesnya satu minggu, dan hukumannya bisa sampai pada hukuman mati karena illegal logging itu bukan hanya merugikan secara materi, tetapi juga kerugian lingkungan yang sangat parah dalam jangka panjang. Jadi, sama kejamnya dengan terorisme," ujar Prakosa. Setiap tahun kerugian yang diderita dari penebangan liar sekitar Rp 30 triliun. (ely)

sumber: