Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Belum Tercapai
Demikian hasil kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas
DAU juga belum sepenuhnya dibagi dengan formula dan belum mencerminkan unsur pemerataan kemampuan fiskal mengingat sumber penerimaan ini masih dominan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yakni 60-80 persen dari APBD. Ekonom Faisal Basri mengatakan, pembagian kewenangan dan tugas antara pemerintah pusat dan daerah belum terinci jelas dan masih tumpang tindih.
"Seperti halnya kewenangan dalam pungutan pajak dan retribusi, yang menyebabkan daerah sangat gencar menggenjot pendapatan asli daerah (PAD)- nya melalui peraturan daerah (perda). Namun, berbagai perda itu justru menimbulkan distorsi dalam perekonomian," ujarnya.
Terjadinya inkonsistensi dalam upaya untuk meningkatkan PAD justru menghambat pertumbuhan investasi akibat biaya untuk melakukan bisnis yang tinggi. Kasus di sektor pertambangan menunjukkan hal tersebut, di mana tren investasi cenderung turun meskipun potensi geologis cukup tinggi dengan produksi serta kinerja ekspor yang relatif stabil.
Ketua LPEM UI Bambang Brodjonegoro mengatakan, belum adanya instrumen fiskal yang jelas menyebabkan belum tumbuhnya kompetisi antardaerah. Oleh karena itu, ke depan, pemerintah perlu menerapkan kebijakan pola dana perimbangan.
"Yakni dengan memberikan tambahan dana kepada daerah yang dilaksanakan melalui penambahan dana alokasi khusus (DAK), perbaikan tujuan, pemerataan DAU, pengurangan peran bagi hasil pajak, dan peningkatan kemampuan pajak daerah. DAK ditambah melalui pengalihan dana insentif pemerintah," kata Bambang.
Robert Simanjuntak dari LPEM UI mengatakan, dengan pertimbangan kondisi riil daerah yang umumnya memiliki kendala keterbatasan sumber penerimaan di luar transfer pemerintah pusat, sudah selayaknya pajak bumi dan bangunan diserahkan kepada daerah. "Ini untuk memperkecil ketimpangan daerah," katanya.