Perbaikan iklim investasi Indonesia stagnan

Perbaikan iklim investasi Indonesia stagnan

Bisnis, 14 September 2005

 

JAKARTA: Pemerintah belum melakukan perubahan berarti dalam perbaikan iklim investasi, demikian hasil satu survei.

Laporan International Finance Corporation (IFC) bertajuk Doing Business in 2006: Creating Jobs yang dikeluarkan kemarin menyebutkan Indonesia memiliki risiko untuk semakin tertinggal dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

"Berdasarkan hasil survei, maka Indonesia bisa dibilang stagnan dalam mereformasi iklim investasi," ujar IFC Country Manager, German Vegarra dalam peluncuran laporan terbaru lembaga yang bernaung di bawah Bank Dunia.

Indonesia sendiri dalam laporan itu berada pada urutan 115 dari 155 negara (level tiga perempat dari bawah), meningkat dibanding tahun lalu yang berada pada seperempat terbawah.

Meski Indonesia telah melakukan beberapa perubahan penting untuk membantu sektor swasta, terutama bagi usaha skala kecil dan menengah serta menciptakan lapangan kerja, masih dibutuhkan tindakan pemerintah untuk meningkatkan iklim usaha.

Indikator bahwa Indonesia stagnan dalam melakukan reformasi iklim investasi terlihat dalam ketidakmampuan pemerintah untuk mengurangi jumlah hari yang dibutuhkan untuk memulai bisnis.

Survei IFC pada 2006 (Januari 2004-Januari 2005) menunjukkan jumlah hari yang dibutuhkan untuk memulai bisnis di Indonesia masih belum berubah dibanding laporan IFC tahun lalu, yaitu 151 hari.

Sementara negara-negara lain di kawasan, antara lain Malaysia hanya membutuhkan waktu 30 hari, Thailand (33 hari), Vietnam (50 hari). Sementara secara rata-rata di kawasan Asia Timur dan Pasifik hanya butuh 39 hari.

"Di Indonesia perubahan tidak terjadi dengan cukup cepat sehingga hal itu dapat mengurangi daya tarik," ujar Vegarra.

Padahal, kawasan Asia Timur dan Pasifik sedang bertumbuh sehingga investor asing memiliki banyak pilihan untuk memilih negara yang lebih kompetitif.

Laporan hasil kerja sama IFC dan Bank Dunia tersebut menyatakan regulasi yang membebani masuknya investasi hanya akan menghambat investasi swasta, mendorong semakin banyak orang untuk terjun ke sektor ekonomi informal, meningkatnya harga konsumen, dan korupsi bahan bakar.

Survei IFC, yang merupakan hasil kerjasama dengan Bank Dunia tersebut menyatakan membuat regulasi bisnis semakin murah dan semakin tidak membebani dapat memberikan dampak besar di dalam dua area kunci, yaitu menciptakan lapangan kerja dan menurunkan besarnya sektor ekonomi informal, di mana perusahaan beroperasi di luar aturan hukum.

sumber: