Pengusaha Timah Diminta Bersatu


Pengusaha Timah Diminta Bersatu

Media Indonesia, 1 November 2005

 

JAKARTA (Media): Pemerintah mengimbau pengusaha penambangan dan peleburan (smelter) timah agar bertemu untuk membahas penentuan harga ekspor timah. Selain itu, pemerintah daerah diminta menertibkan berbagai tambang ilegal.

Hal ini dinyatakan Menko Perekonomian Aburizal Bakrie saat melepas ekspor timah perdana dari smelter PT Timah Tbk di Kundur, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau (Kepri), akhir pekan lalu.

"Pengusaha pertambangan, khususnya timah, agar bersama-sama dengan PT Timah meningkatkan harga timah dunia," kata Aburizal.

Pasalnya, Indonesia menguasai 45% produksi timah dunia. Selama ini ekspor Indonesia sebanyak 65% ke pasar Asia dan 35% untuk pasar Eropa dan AS. Cadangan terbesarnya berada di kawasan Kepri dan Bangka Belitung. Indonesia merupakan pemilik cadangan timah terbesar bersama dengan Malaysia dan China.

Dengan jumlah tersebut seharusnya Indonesia bisa memengaruhi harga timah dunia. Kendati demikian, kini harga timah dari Indonesia terbilang sangat murah. Penyebabnya, bukan karena minim permintaan pasar, melainkan disebabkan persaingan tidak sehat antara penambang dan pengusaha timah dalam negeri, terutama para penambang dan pelebur timah yang mendapat izin dari pemerintah daerah.

Kini terdapat 20 peleburan berizin daerah dan beberapa di antaranya langsung melakukan ekspor timah tanpa label atau merek ke Singapura dengan harga murah. Hal ini mengurangi pendapatan negara dari royalti, juga menekan harga timah dunia.

Menko menjelaskan, para produsen harus bertemu agar terjadi sinergi bersama. Kini PT Timah di Kundur mampu melakukan ekspor dengan nilai lebih dari US$400 juta. Namun, dengan harga sangat rendah, yakni US$6.400 per ton, keuntungan yang diraup terhitung kecil. Soalnya, biaya produksi per ton bisa mencapai US$6 ribu.

Padahal, harga rata-rata timah dunia sebelumnya bergerak antara US$6.500 hingga US$10 ribu. Karena itu, upaya penertiban penambang ilegal dan pertemuan antarpengusaha dan eksportir timah sudah mendesak dilakukan.

"Terjadi persaingan antarprodusen di Indonesia, antara PT Timah dan produsen daerah yang mendapat izin dari daerah. Karena itu, ada baiknya mereka bertemu dan menyepakati harga timah yang akan dijual," ujar Aburizal.

sumber: