Pengolahan Besi Juga Butuh Perhatian (3)
Ditinjau dari produksi, Cina merupakan negara dengan produksi bijih besi tertinggi di dunia. Produksinya berjumlah 420 juta ton pda tahun 2005 merupakan 25% dari total produksi bijih besi dunia. Negara lain yang termasuk produsen bijih besi besar antara lain; Brazil, Australia, India, dan Russia. Indonesia juga mempunyai mempunyai cadangan bijih besi, walaupun jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan cadangan dunia.
Pengusahaan bijih besi juga sudah mulai digalakkan sejak dahulu untuk memenuhi kebutuhan baja dalam negeri. Namun demikian, ternyata produksi bijih besi nasional tidak cukup besar untuk memasok bahan baku untuk pemenuhan produksi baja dalam negeri. Apabila melihat potensi bijih besi nasional, sebenarnya cadangan bijih besi di dalam negeri tidaklah kecil dengan kadar besi (Fe) yang bervariasi. Hanya saja kenyataan yang dijumpai hingga saat adalah bahwa keberadaan sumber bahan tambang besi ini tersebar di beberapa tempat dalam jumlah yang relatif kecil-kecil.
Sebagai contoh tersedia pasir besi disepanjang pantai Selatan Pulau Jawa dan Sumatra dengan mineral jenis titanomagnetite, kemudian tersedia juga bijih besi lateritik hasil pelapukan batuan ultra basa yang terdapat di Kalimantan dan Sulawesi, dan juga keberadaan bijih besi hematite dan magnetite di Ketapang, Belitung, Lampung dan Sumatera Barat.
Dengan keberadaan yang relatif dekat dengan industri baja sangat dimungkinkan dilakukannya pemanfaatan bijih besi tersebut untuk menunjang industri baja nasional. Namun demikian pemanfaatan ini memerlukan kajian yang mendalam dari aspek teknis, ekonomi dan lingkungan, mengingat keberadaan bijih besi yang tersebar dalam jumlah yang relatif sedikit di berbagai lokasi, serta keadaan mineralogi yang membutuhkan pengolahan secara khusus.
Proses pembuatan besi dengan blast furnace sampai sekarang masih menjadi andalan dalam menghasilkan besi dalam skala besar sebagai bahan baku untuk pembuatan baja. Namun demikian, ada kecenderungan pergeseran dari integrated steel plant menggunakan jalur kombinasi blast furnace - BOF ke penggunaan electric arc furnace (EAF). Proses baru seperti direct reduction (DR) dan smelting reduction (SR) telah mulai banyak digunakan untuk menghasilkan bahan baku bagi produksi baja menggunakan EAF.
Smelting reduction kemungkinan akan semakin banyak diterapkan dan menggeser proses klasik blast furnace karena banyak keuntungan diantaranya kapasitasnya yang bisa lebih kecil, lebih ramah lingkungan, dapat menggunakan non coking coal dan bahan baku bijih besi yang lebih variatif dalam hal sifat fisik dan kimianya. Dibanding dengan proses DR, keuntungan proses SR adalah bahwa dengan operasinya pada temperatur tinggi reaksi akan lebih cepat dan terhindar dari persoalan penggumpalan yang sering terjadi pada proses DR. Masih dibutuhkan banyak penelitian untuk proses SR terutama dalam mengolah bijih besi dalam variasi yang sangat lebar.
Dari tiga jenis sumber logam besi di Indonesia, yaitu bijih besi primer yang jumlahnya hanya relatif sedikit, kemudian bijih besi laterit dan pasir besi yang berjumlah cukup banyak, perlu di dorong untuk diolah secara komersial menjadi besi, baik dalam bentuk pig iron, sponge iron maupun reduced iron. Usaha kearah pembuatan besi ini dalam skala kecil sudah dicoba di beberapa tempat termasuk di PT. KS yang dimaksudkan untuk umpan EAF dalam menghasilkan baja dan beberapa industri kecil yang mencoba membuat pig iron sebagai bahan baku besi cor di industri pengecoran logam.
(Bersambung) sumber: