Pengenaan PE batu bara langgar PP No. 35/2005
Pengenaan PE batu bara langgar PP No. 35/2005
JAKARTA: Pengenaan pungutan ekspor (PE) untuk batu bara yang ditetapkan mulai 11 Oktober diketahui tidak sesuai dengan PP No. 35/2005 tentang Pungutan Ekspor atas Barang Tertentu.
Hal itu diungkapkan Deputi IV Menko Perekonomian Eddy Putra Irawady menyusul tidak ditemuinya usulan menteri teknis terkait sebelum kebijakan yang diatur dalam Permenkeu No. 95/PMK.02/2005 itu diberlakukan.
Menurut dia, peraturan Menkeu itu menyalahi Pasal 2 PP No. 35/2005 yang menyatakan penetapan PE ditentukan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dan usulan dari Menteri Perdagangan atau menteri teknis lainnya.
"Ini jadi tidak sesuai dengan PP karena kan PE itu seharusnya diusulkan dulu oleh Mendag baru ditetapkan Menkeu. Tetapi ini peraturannya sudah terbit duluan sebelum ada usulan dari menteri terkait," katanya akhir pekan lalu.
Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu baru menerbitkan surat yang berisi usulan atas pengenaan pungutan ekspor dan harga pokok ekspor (HPE) untuk barang ekspor tertentu pada 17 Oktober 2005.
Sementara, Permenkeu tentang PE batu bara telah diterbitkan dan dinyatakan berlaku pada 11 Oktober.
Selain itu, dalam surat Mendag yang bernomor 1340/M-DAG/10/2005, batu bara tidak dimasukkan dalam kategori barang ekspor tertentu yang dipertimbangkan sebagai komoditas ekspor kena PE.
"Untuk itu, terlampir kami sampaikan usulan besarnya PE untuk barang ekspor, CPO [crude palm oil] dan turunannya, kayu, rotan, pasir dan kulit. Sedangkan besarnya masing-masing HPE masih menunggu usulan dari departemen teknis," tulis dokumen yang diteken Mari hampir sepekan setelah Permenkeu PE batu bara dikeluarkan.
Surat yang ditujukan ke Menkeu Jusuf Anwar ini juga ditembuskan ke lima menteri teknis lainnya, a.l. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menperin Andung A. Nitimihardja, dan Menhut M.S. Kaban.
"Tidak ada yang mengusulkan batu bara kena PE. Tidak satu pun menteri, termasuk Bu Mari. Dalam lampirannya, sama sekali tidak disebut batu bara," kata Eddy.
Bukan bahan baku
Di sisi lain, dia mengungkapkan permenkeu tentang PE batu bara tersebut menggunakan istilah yang tidak sesuai.
Penyebutan batu bara, jelasnya, tidak bisa disetarakan sebagai bahan baku seperti yang tertulis dalam Permenkeu No. 95/PMK.02/2005 tersebut.
Seharusnya, katanya, batu bara dinyatakan sebagai barang energi yang berbeda dengan bahan baku dalam industri.
"Di sini [Permenkeu tentang PE batu bara] ditulis untuk menjaga keseimbangan bahan baku di dalam negeri. Batu bara itu tidak pernah menjadi bahan baku karena dia adalah sumber energi," tukasnya.
Menanggapi penolakan kalangan pengusaha batu bara nasional, Eddy menyatakan hal ini memang pernah dibicarakan dalam pembahasan rencana pemberlakuan kebijakan fiskal tersebut sebelumnya.
Sebelumnya, produsen batu bara menyatakan keberatan atas pemberlakuan PE karena hal ini mengurangi daya saing komoditas itu di pasar internasional sehingga disisentif terhadap sektor usaha terkait. (aprika.hernanda@bisnis.co.id)
Oleh Aprika R. Hernanda
Bisnis Indonesia
