JAKARTA, investorindonesia.com Pemerintah akan memberikan insentif kepada para investor yang mengembangkan energi panas bumi di Indonesia. Tidak adanya insentif dinilai membuat bisnis panas bumi menjadi kurang menarik.
"Bentuk insentif yang bisa diberikan bermacam-macam, namun salah satunya adalah perpajakan," kata Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM Simon Sembiring usai sosialisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi di Jakarta, Senin.
Menurut Simon, pengembangan panas bumi layak diberi insentif karena energi yang dihasilkan ramah lingkungan dan terbarukan. "Kita akan banyak mendapat keuntungan dari pengembangan panas bumi ini," ujarnya.
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Sukusen Soemarinda mengatakan, insentif perpajakan yang diinginkan investor dapat berupa pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan retribusi daerah, pengurangan pajak penghasilan (PPh).
Selain itu, keringanan pajak pertambahan nilai (PPN), dan pembebasan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Menurut dia, insentif sangat diharapkan investor mengingat harga dasar listrik panas bumi yang saat ini berada di bawah US$ 5 sen per kWh sudah tidak bernilai ekonomis lagi. Harga dasar listrik panas bumi yang ekonomis sekarang ini adalah sekitar US$ 7 sen per kWh.
Dengan harga US$ 5 sen per kWh maka investor belum mendapat tingkat pengembalian yang layak mengingat biaya investasi pengembangan panas bumi yang tinggi.
Total biaya pembangunan pembangkit panas bumi diperkirakan mencapai US$ 1,3 juta per MW dengan biaya di hulunya mencapai US$ 1 juta per MW.
Pemerintah menargetkan dapat membangun pembangkit panas bumi hingga berkapasitas 2.000 MW pada 2008 dan 2025 menjadi 9.000 MW.
Dalam dua-tiga tahun ke depan, kapasitas pembangkit panas bumi akan bertambah menjadi 1.300 MW dengan dari PLTP Wayang Windu, Darajat, Kamojang, Lahendong, dan Sarulla. (ant/gor)
|