Pengembangan Bioenergi Perlu Tata Niaga
Kamis, 15 September 2005, 03:06 WIB
Pengembangan Bioenergi Perlu Tata Niaga
JAKARTA, investorindonesia.com
Pengembangan bioenergi sebagai energi alternatif yang siap bersaing di pasar komersial perlu dukungan kebijakan dari pemerintah seperti tata niaga yang mengatur sejumlah hal, kata Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman.
Tata Niaga yang dimaksud, menurut Kusmayanto Kadiman, dalam diskusi Prospektif Sumberdaya Lokal Bioenergi, di Pusat Pengembangan Iptek (Puspiptek), Serpong, Tangerang, Rabu, antara lain menyangkut soal standar harga, pengoplosan, dan masalah subsidi.
"Saya ingin dapat masukan, apa kebijakan dari pemerintah untuk membuat energi alternatif supaya dipasarkan secara komersial," katanya.
Masih banyak masalah yang harus diperjelas terlebih dahulu untuk mengindustrikan bioenergi, katanya, seperti masalah dalam pemasaran bioetenaol. "Karena mengandung etanol, maka mesti dikenai cukai 100%, karena etanol masuk dalam minuman beralkohol yang mesti dikenai cukai tinggi," katanya.
Menurut dia, pengaturan juga diperlukan untuk memberikan standar harga yang sama untuk biodiesel di seluruh SPBU dan cara distribusinya, termasuk harganya yang bersaing dengan solar yang harga setelah diberi subsidi sebesar Rp 2.100.
Sekarang harga biodiesel dari kelapa sawit Rp 3.500 per liter, katanya, maka para ekonom mempertanyakan daya saing biodiesel di pasar komersil. "Tapi harga solar yang ada sekarang harga bohong-bohongan karena ada subsidi. Kalau harganya tidak disubsidi maka harganya jadi bisa bersaing," katanya.
Makanya, kata dia, ada dua alternatif yang bisa diperbincangkan, sama-sama disubsidi atau sama-sama tidak mendapat subsidi. Dia juga menekankan kemungkinan perlunya pemberian insentif bagi pengembangan energi alternatif seperi bioenergi.
Tapi ada juga yang perlu diklarifikasi, kata Menteri, yaitu soal kesiapan memproduksi bahan baku bioenergi, seperti diperlukannya lahan seluas tiga juta hektare lahan kelapa sawit khusus bagi biodiesel yang diungkapkan Menteri Pertanian.
"Kebun kelapa sawit yang sekarang ada sekitar lima juta hektar. Itu dibangun puluhan tahun. Bukan saya meragukan kemampuan mengadakan itu," katanya.
Menteri mengatakan, perlu juga dipikirkan secara serius soal kemampuan menjadikan jarak untuk bioenergi, seperti kemampuan menghasilkan benih per satuan luas dan kemampuan biji menghasilkan minyak secara maksimal.
Namun begitu, kata Kusmayanto, semangat mencari energi alternatif saat ini, termasuk semangat dari pengusaha untuk mengindustrikannya, adalah suatu berkah dari krisis yang dialami bangsa ini yang sebelumnya dibuat santai oleh keberadaan bahan bakar minyak. "Kita masih punya banyak potensi energi alternatif di luar minyak," katanya.
Satu yang dimiliki begitu besar, katanya, adalah gas metan yang dikandung lapisan-lapisan batu bara, yang kandungannya ditaksir mencapai 1,4 kali cadangan gas yang ada saat ini. "Tinggal bagaimana memanfaatkannya," katanya.
Dia juga menyinggung soal energi nuklir yang kemampuannya bisa memberikan energi maksimal dengan hanya membangun beberapa instalasinya.
Menurut dia, jika pulau Jawa kehabisan energi, satu-satunya cara sebenarnya bisa dengan nuklir, yaitu cukup dengan membangun empat instalasi yang masing-masing berkapasitas 1.500 MW. "Semua soal pembangunan teknologi nuklir sudah dikuasai, yang belum ada adalah nyali kita untuk membangunnya," katanya.
Pemerintah, kata Kusmayanto, belum punya nyali mengadopsi membangun PLTN tanpa tingkat penerimaan masyarakat yang tinggi. (ant)
sumber: