Penerimaan Royalti Pertambangan Lampaui Target
Kamis, 08 Februari 2007 14:38 WIB Penerimaan Royalti Pertambangan Lampaui Target |

Penulis: Windy Diah Indriatari JAKARTA--MIOL: Realisasi penerimaan negara dari royalti pertambangan 2006 mencapai Rp6,4 triliun. Jumlah itu melampaui angka yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2006 yang sebesar Rp5,9 triliun. Demikian dikemukakan Direktur Pengusahaan Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Mangantar S Marpaung, di Jakarta, Kamis (8/2). Menurut Marpaung, terlampauinya target penerimaan royalti terutama didorong oleh kenaikan harga produk mineral yang cukup tajam sepanjang 2006. Naiknya harga mendorong perusahaan-perusahaan pertambangan memacu produksi mereka. Marpaung mengambil contoh harga produk nikel yang pada 10 bulan yang lalu hanya sekitar US$3,2 per pon. Kini harga nikel telah mencapai US$17 per pon. "Ini sangat bagus bagi pertambangan-pertambangan yang sudah berproduksi. Saya kira, mereka masih bisa menaikkan tingkat produksi lagi karena harganya sangat menguntungkan," paparnya. Marpaung mengingatkan, kondisi yang sama belum tentu berlaku bagi perusahaan-perusahaan pertambangan baru. Pasalnya, kecenderungan harga yang tinggi saat ini tidak bisa diperkirakan bisa terus bertahan sampai akhir tahun. Namun, kata dia, pemerintah tetap mendorong agar para investor menanamkan modal baru ke usaha pertambangan. Apalagi, iklim usaha pertambangan diharapkan semakin membaik dengan adanya Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) yang baru. "Targetnya Rancangan Undang-Undang Minerba sudah bisa diundangkan pada Maret 2007," ujarnya. Lebih lanjut, Marpaung menyatakan, pemerintah akan selalu berlaku tegas dalam mengawasi usaha penambangan. Para pengusaha penambangan diminta mematuhi seluruh aturan perundangan dan memenuhi kesepakatan dalam kontrak. Dikatakannya, sejak 2001 pemerintah telah memutuskan sekitar 95 kontrak pertambangan. Pemutusan terkait berbagai hal, seperti kegiatan penambangan tidak berjalan, target penambangan tidak dipenuhi sesuai batas waktu kontrak maupun tidak dilaporkannya kemajuan kegiatan penambangan ke pemerintah. Marpaung mengungkapkan, ke-95 kontrak itu antara lain kontrak PKP2B PT Persada Permata Mulia-Coal Papua, PT Daya Lapang, Trimatra Borneo-Sumsel. Kemudian kontrak karya (KK) PT Sungai Kencana-Kalbar, PTJambi Wildcat Mas dan PT Kodeco Yapen Mandiri Papua.(Ndy/OL-04)) |