Penerimaan negara dari KP ditargetkan naik jadi 35%
Pemerintah berencana menaikkan porsi penerimaan tambang dari kontrak kuasa pertambangan (KP) menjadi 35% tahun ini dari semula hanya 20%, menyusul penertiban KP yang disinyalir tidak memberikan kontribusi bagi penerimaan negara.
Tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan dari pertambangan umum sekitar Rp31 triliun, yang terdiri dari Rp20 triliun penerimaan pajak dan Rp10,22 triliun penerimaan bukan pajak.
Dengan upaya menaikkan porsi menjadi 35%, penerimaan dari KP diperkirakan berada di atas level Rp10 triliun, dari hanya Rp6 triliun saat ini.
Dirjen Mineral, Batu bara, dan Panas bumi Bambang Setiawan mengungkapkan penertiban KP untuk menambah penerimaan negara merupakan program paling mendesak yang akan segera dituntaskan. Menurut dia, penertiban KP-KP yang diterbitkan daerah diperkirakan bisa mendongkrak penerimaan hingga mencapai 35% dari total target penerimaan tambang.
"Biasanya KP itu hanya menyumbang 20% saja. Dengan aksi penertiban itu diharapkan ada peningkatan penerimaan tambang dari KP tahun ini hingga porsinya naik jadi 35%," jelasnya kemarin.
Bambang mengatakan difokuskannya peningkatan penerimaan dari KP karena pemerintah melihat ada banyak kebocoran di area tersebut. Kebocoran itu disebabkan tidak adanya keinginan hampir semua pemilik KP terhadap asas dan ketentuan, seperti pembayaran pajak dan royalti.
"Mereka kadang-kadang membayar royalti dengan patokan harga seenaknya. Pemilik KP melaporkan kepada pemerintah pusat bahwa harga jual batu bara misalnya hanya US$10 per ton atau US$15 per ton sedangkan harga riil jauh di atas itu," jelasnya.
Selain itu, katanya, baik swasta penerima izin maupun pemerintah daerah selaku penerbit izin KP tidak melaporkan setiap adanya izin baru. Untuk itu, katanya, pihaknya bersama BPKP dan BPK melakukan inventarisasi ke beberapa daerah potensial terjadinya penyimpangan tersebut.
"Kami mulai dari yang terparah tergantung jenis komoditasnya. Misal batu bara banyak di Sumatra dan Kalimantan serta nikel di Sulawesi," ungkapnya.
Tuntas tahun ini
Hasil inventarisasi itu diharapkan tuntas pada tahun anggaran 2008 sehingga peningkatan penerimaan sudah terasa tahun ini. "Kalau ternyata ditemukan penyimpangan, bupati dan juga swasta yang terlibat akan terkena sanksi hukum."
Anggota DPR F-PAN Tjatur Sapto Edy mengatakan target penerimaan tersebut masih terlalu kecil dari potensi yang mesti diterima pemerintah. Seharusnya, katanya, pemerintah melakukan reformulasi besar-besaran di sektor tambang untuk mendongkrak pendapatan.
"Misalnya renegosiasi harga, royalti, pajak, harus lebih tinggi dari saat ini. Masa negara sebagai pemilik tambang hanya dapat Rp31 triliun," katanya.
Selain itu, dia mengingatkan pemerintah untuk melakukan pemenuhan kebutuhan dalam negeri khususnya untuk komoditas energi, seperti batu bara.
"Eksploitasi batu bara di Indonesia harus memerhatikan keberlangsungannya dalam jangka panjang. Ini yang dilakukan China dan Australia. Kedua negara itu mendorong swastanya untuk investasi di luar, tidak di dalam negeri."
sumber: