Kamis, 01 Desember 2005 02:30 WIB JAKARTA--MIOL: Cadangan devisa Indonesia yang tersimpan di Bank Indonesia (BI) naik menjadi US$719,2 juta. Kenaikan cadangan devisa karena bertambahnya penerimaan minyak dan gas (migas) karena nilai impor minyak lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Pada pekan ketiga November 2005 tercatat cadangan devisa di BI sebesar US$33,076 miliar. Posisi ini naik US$719 juta dibandingkan pekan sebelumnya yaitu US$32,357 miliar. Menurut Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Halim Alamsyah, kenaikan cadangan devisa karena bertambahnya penerimaan migas. “Penerimaan migas mengalami kenaikan, di sisi lain karena harga minyak di dalam negeri naik konsumsinya turun, sehingga impor minyak juga turun,� kata Halim, di Jakarta, Rabu (30/11). Namun Halim belum bisa memastikan apakan penerimaan migas yang positif ini akan terus berkelanjutan. “Menurut pengamatan kami, perilaku konsumsi BBM menuju pada rasionalitas pada tahun 2004,� tambahnya. Sementara itu, ekonom Institut Pertanian Bogor Iman Sugema melihat tidak ada yang mengejutkan dengan kenaikan cadangan devisa sebesar US$719 juta. Iman tidak yakin akan terjadi penguatan cadangan devisa secara berkelanjutan pada bulan-bulan ke depan. Karena menurut dia, naik turunya cadangan devisa tergantung dari persepsi apakah Indonesia masih dianggap menarik bagi investasi asing. Karena, masuknya investasi asing ke dalam negeri khususnya investasi jangka panjang. Dalam jangka pendek lanjut Iman, tekanan terhadap cadangan devisa akan terjadi lagi. Karena, lanjut Iman, secara fundamental perekonomian saat ini tidak banyak terjadi perubahan. “Sampai sekarang belum tahu berapa besar investasi yang akan masuk ke Indonesia. Bahkan dari sisi perdagangan, persentase pertumbuhan impor lebih tinggi dibandingkan ekspornya,� katanya. Menurut Iman, naik turunnya cadangan devisa sebenarnya dapat dijadikan sebagai indikator sambutan investor terhadap kebijakan pemerintah di bidang investasi. “Investasi asing akan masuk kalau ada kebijakan investasi yang menarik bagi investor,� tambahnya. Sebelumnya Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2006, cadangan devisa 2006 diperkirakan turun pada posisi US$27,1 miliar. Sedangkan perkiraan realisasi akhir 2005 sebesar US$30,7 miliar. Disebutkan juga, transaksi berjalan pada akhir 2006 akan mengalami penurunan menjadi -US$1,7 miliar. Sedangkan arus modal mengalami defisit US$2,1 miliar. Penurunan itu menurut Bank Indonesia (BI) disebabkan cicilan pembayaran utang luar negeri pada 2006 sebesar Rp63,9 triliun. "Itu karena pengaruh dari moratorium utang. Moratorium selesai 2005. Jadi mulai 2006 kita mulai menyicil kembali. Ditambah utang-utang lain yang tetap harus dibayar. Tanpa moratorium peak (puncak) jatuh tempo utang luar negeri itu 2006-2007," ungkap Deputi Gubernur BI Hartadi Sarwono ketika dimintai tanggapan soal RKP 2006 (Media 28/10). Dari sisi pengeluaran cadangan devisa, lanjut Hartadi pada 2006 ada pembayaran utang yang lebih besar oleh pemerintah. Namun, Hartadi mengharapkan tahun depan prospek ekonomi bagus dan modal asing masuk sehingga itu akan menambah cadangan devisa. "Kalau soal nett effect, kita belum melakukan evaluasi," tandasnya. Mengenai besaran neraca modal (capital account) dan transaksi neraca berjalan (current account) 2005, Hartadi optimistis masih akan mengalami pertumbuhan positif. Secara keseluruhan, sambungnya, BI memperkirakan masih surplus meski ada penurunan bila dibandingkan dengan 2004. Dia memperkirakan transaksi neraca berjalan sampai akhir 2005 akan mengalami surplus US$2,1 miliar, turun dari US8 miliar pada tahun lalu. Sedangkan neraca modal akan mengalami surplus meskipun kurang dari US$1 miliar.(Sam/OL-06) |