Jakarta (ANTARA News) - Korupsi merupakan hambatan utama dalam pertumbuhan bisnis dan investasi di negara-negara berkembang di Asia, dengan Indonesia sebagai negara yang paling menderita, demikian menurut hasil jajak pendapat atas para eksekutif asing, Senin.
Sementara Hongkong dan Singapura -- dua negara yang paling maju di Asia -- dinilai sebagai negara tempat suap sebagai kegiatan yang paling terkendali, kata Political and Economic Risk Consultancy (PERC), seperti dikutip AFP.
Singapura teratas dalam survey terhadap 96 eksekutif asing ternama yang ada di kawasan itu dengan nilai 0,89, di mana nilai terbaik adalah nol dan terjelek adalah 10. Hong Kong menduduki tempat kedua dengan nilai 1,22, sementara Indonesia terburuk dengan nilai 9,44, kata PERC dalam surveynya terhadap 12 negara di kawasan itu.
Jepang di tempat ketiga, diikuti Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, Thailand, China, India, Philipina dan Vietnam.
Di Indonesia, suap terlihat sebagai kekurangan utama bagi para investor asing, namun mereka merasa berbesar hati dengan tekad Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membasmi korupsi, survei itu menunjukkan.
"Sistem hukum di negara itu tetap sangat dicurigai, namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan langkah untuk memberantas suap," kata PERC.
"Memang ada sedikit contoh di mana pejabat tinggi ditangkap dan dituntut, dan anekdot ini meningkatkan harapan bahwa salah satu hambatan terbesar dalam melaksanakan bisnis di Indonesia, yang disebut korupsi, sedang dikurangi."
PERC mengatakan nilai yang diperoleh Singapura dan Hongkong mencerminkan kepercayaan dalam sistem peradilan yang menyebabkan mengapa bekas koloni Inggris itu masih tetap sebagai penerima investasi asing yang besar dibandingkan dengan negara lain yang menerapkan upah buruh murah.
"Buruh biasanya jauh lebih murah di negara-negara tetangga, dan kecuali pelabuhan yang baik, fasilitas infrastruktur fisik kelas dunia dan angkatan kerja terdidik, dengan Hongkong maupun Singapura tidak memiliki sumber daya alam untuk menarik investor," katanya.
"Namun, perusahaan-perusahaan asing menilainya lebih mudah dan lebih terbuka dalam melakukan berbagai bisnis di dua negara pulau di Asia itu, yang menjadi salah satu alasan mengapa mereka meraih status "pusat bisnis kawasan."
"Tingkat korupsi yang rendah dan kemampuan korban dalam mencari keadilan melalui sistem hukum setempat ketika mereka menghadapi upaya suap merupakan penghargaan utama terhadap Hongkong dan Singapura yang meningkatkan mutu lingkungan bisnis secara keseluruhan.
Trend di China
Sama dengan yang terjadi di China, investor menyukai upaya Beijing dalam menghukum pejabat pemerintah yang korup, kata PERC seraya menambahkan bahwa menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah membantu desakan anti-suap.
"China menunjukkan sebagai negara di mana tren itu tampaknya akan meningkat pesat," katanya.
Di Malaysia, suap dilihat sebagai masalah, namun itu tidak sebesar yang terjadi di banyak negara tetangga, seperti Filipina di mana masalah itu tidak membaik dan pemerintah tampaknya tidak melakukan apa-apa, kata survery itu.
Sementara itu, para eksekutif mengenal penguasa Thailand telah mengubah hukum dan regulasi, namun menganggapnya sebagai keuntungan bagi pengusaha besar, yang sebagian darinya memiliki hubungan dekat dengan politisi berpengaruh, kata survey itu. |