Pendapatan PT BA Hilang Rp 408 Miliar akibat Peti

 

 

Jakarta, Kompas - Manajemen perusahaan pertambangan batu bara PT Bukit Asam Tbk mengaku kehilangan pendapatan sekitar Rp 408 miliar akibat kegiatan penambangan liar tanpa izin di lokasi tambang terbuka perusahaan ini, di antaranya Rp 28,7 miliar adalah royalti milik pemerint ah. Pendapatan yang diakui hilang itu dihitung dari total cadangan yang diambil peti dengan total 1,5 juta ton sejak tahun 1997 hingga kini.

Direktur Utama PT Bukit Asam (BA) Ismeth Harmaini mengutarakan itu dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VIII DPR dan Direksi PT BA, Kamis (26/8). Bahkan, sejak tahun 2002 PT BA sudah tergusur dari wilayah yang kini dikuasai penambangan liar tanpa izin (peti) di pertambangan terbuka Unit Pertambangan Ombilin, Sawahlunto, Sumatera Barat.

Menurut Ismeth, PT BA telah melakukan koordinasi penanggulangan peti dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat ninik mamak, dan aparat keamanan. Namun, aktivitas peti tidak berkurang, malah semakin marak.

Sekretaris Perusahaan PT BA Milawarman mengatakan, kegiatan peti berawal pada tahun 1997 sejak krisis. Sebelumnya ditertibkan dengan membentuk koperasi, lalu hasilnya dijual kembali kepada PT BA.

Namun setelah berjalan, ternyata koperasi menjual kepada pihak ketiga yang memberikan modal berupa peralatan berat. Akibat maraknya peralatan berat di wilayah pertambangan milik PT BA yang dioperasikan tanpa perhitungan keamanan, akhirnya PT BA memilih menyingkir dari wilayah tersebut.

Tambang dalam

Akibat gangguan pada tambang terbuka, Ismeth mengutarakan, PT BA akan fokus pada "tambang dalam". Produksi tambang dalam tersebut memang tidak cukup besar, tetapi mampu memenuhi kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin di Sumatera.

"Kami akan bekerja sama dengan perusahaan tambang yang ada di Jambi untuk menjamin pasokan ke PLTU Ombilin," ujar Ismeth.

Menyinggung produksi PT BA, batu bara mengalami penurunan, pada semester I tahun 2004 hanya mencapai 3,71 juta ton. Padahal, pada tahun 2003 mencapai 9,2 juta ton atau lebih besar dibandingkan dengan tahun 2002 sebesar 8,78 juta ton.

Penjualan juga turun, semester I 2004 hanya mencapai 4,47 juta ton untuk ekspor maupun domestik. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2003 yang mencapai 9,9 juta ton dan tahun 2002 mencapai 9,568 juta ton

sumber: