Penataan Batu Bara Di Banjar Perlu Penegakan Hukum Serius

Penataan Batu Bara Di Banjar (1)
Perlu Penegakan Hukum Serius

BanjarmasinPost Senin, 12 Desember 2005 00:50:34

BERBICARA tentang penegakan hukum dalam penambangan batu bara, sepertinya sudah menjadi wacana yang basi. Sejak bertahun-tahun yang lalu, penertiban penambangan emas hitam ini selalu mencuat ke permukaan, tapi hingga saat ini belum juga kunjung terselesaikan.

Kepolisian, sebagai institusi yang seharusnya mengawal penegakan hukum itu, sudah lama berkoar-koar tentang penertiban ilegal mining, tapi justru disinyalir ikut ‘bermain’ di dalamnya.

Beruntung, kini Kapolda yang baru melarang jajarannya untuk menggeluti bisnis ini, termasuk Puskopol. Jika tidak, bagaimana mungkin aparat menegakkan penertiban penambangan batu bara bila yang terlibat orang-orangnya sendiri. Apa tidak jeruk makan jeruk?

Tapi realitas yang terjadi masih saja tidak berubah. Masih saja terjadi pungli, baik oleh institusi resmi maupun yang tidak. Masih banyak terjadi protes karena debu batu bara yang mengganggu masyarakat, banjir, kecelakaan tambang, perusakan alam akut dan masih banyak lagi terjadi penyimpangan yang lain.

Dialog yang digelar di Aula Pemkab Banjar, Sabtu (3/12), berupaya mencari solusi penataan tambang batu bara di Kabupaten Banjar. Berbagai macam protes dan argumen baik untuk membela diri maupun melempar tanggung jawab muncul dalam dialog yang digelar oleh LSM Lekawasda tersebut.

Yang menarik dari dialog itu, adanya pengakuan jujur dari aparat penegak hukum, kalau selama ini hukum di bidang penambangan batu bara masih belum berjalan sebagaimana mestinya.

Kasi Intel Kejari Martapura, Edhi Nursapto misalnya. Mengakui aturan hukum yang dipakai selama ini sudah tidak layak lagi alias kadaluarsa. Berdasarkan aturan yang ada, hukuman terberat yang dikenakan hanya denda sebesar Rp500 ribu.

Kalau dilihat dari besaran denda itu, masih layakkah divoniskan kepada pengusaha batu bara yang kini duduk manis di belakang stir mobil mewah seharga miliaran rupiah? Bahkan, bukan tidak mungkin besaran uang denda itu hanya habis dipakai untuk sekali duduk di meja makan malam.

Edhi mengatakan, pasal 11 tahun 1967 itu harus segera direvisi. Apalagi, dalam pasal itu, hanya ada satu ayat yang benar-benar menempatkan pelanggar sebagai pelaku kejahatan, sedangkan ayat lainnya hanya menempatkan pelaku sebagai tindakan pelanggaran.

Hal senada juga dikatakan Kasat Reskrim Polres Banjar, Iptu Riduan Noor yang mengatakan aturan hukum yang dipakai masih sangat lemah. Polres Banjar --dalam hal ini hanya mengawasi lokasi, pengangkutan dan stockpile.

Tapi Riduan tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta yang menanyakan kenapa para pengusaha tambang masih menggunakan jalan umum dalam pengangkutan batu bara. "Sasaran kami hanya mengawasi lokasi tambang, pengangkutan dan stockpile," jelas Riduan.

Padahal, berdasarkan aturan yang berlaku, pengangkutan batu bara tidak boleh menggunakan jalan umum. Hal ini juga diungkapkan oleh Wakil LSM Rindang Banua, HR Budiman. sig

sumber: