Penambangan tanpa izin diduga meningkat, Harga batu bara US$53/ton

JAKARTA  - Bisnis, 18 Maret 2004 - Kenaikan harga batu bara di pasar internasional yang kini melampaui US$50 per ton diperkirakan akan memicu kegiatan penambangan tanpa izin (peti) di Indonesia, tutur seorang eksekutif APBI.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Bambang Susanto menuturkan harga penjualan batu bara yang sangat tinggi itu dapat memicu peti meningkatkan aktivitas untuk menaikkan produksi.

"Jelas mereka akan meningkatkan produksi karena harga batu bara di pasar internasional mencapai US$53 per ton. Hal ini perlu dicermati agar tidak merugikan pengusaha batu bara yang beroperasi secara sah di Indonesia," tuturnya kepada Bisnis, kemarin saat dimintai komentarnya mengenai melambungnya harga komoditas tersebut.

Harga batu bara Australia, sebagaimana ditulis Bloomberg, membukukan rekor tertinggi US$53,3/ton naik US$2,86/ton dari harga terakhir.

Bambang mengakui kenaikan harga jual batu bara di pasar internasional ini selain memicu akivitas peti, tapi juga ada hal positif yang dirasakan oleh pengusaha, di mana mereka akan cepat mendapatkan kembali modal yang sudah ditanamkannya.

Namun demikian, katanya, tidak semua pengusaha batu bara dapat merasakan dampak positif atas naiknya harga batu bara di pasar internasional ini.

"Alasannya jika pengusaha batu bara sudah menandatangani kontrak pasokan yang bersifat jangka panjang, maka harga akan sama seperti yang tertuang dalam kesepakatan. Jadi, bagi pengusaha yang sudah mempunyai komitmen kontrak tidak akan menikmati kenaikan harga yang cukup bagus ini," katanya.

Akan tetapi, katanya, jika pengusaha tidak mempunyai kontrak jangka panjang dan menjual di pasar spot, maka hal itu akan cukup menguntungkan.

Ketika dikonfirmasikan apakah kenaikan harga batu bara di pasar internasional ini bisa memicu pengusaha dalam negeri meningkatkan produksi, Bambang mengatakan hal itu dapat terjadi.

"Saya tidak tahu pasti apakah rencana peningkatan produksi yang diminta pengusaha batu bara kepada pemerintah ini sudah terikat kontak jangka panjang atau belum. Jika tidak terikat kontrak jangka panjang, maka dapat saja dijual ke pasar spot dan mereka akan mendapatkan keuntungan yang positif untuk segera mengembalikan modal."

Untuk 2004, rencana produksi batu bara nasional ditargetkan mencapai 135 juta ton atau meningkat 18% dibandingkan dengan rencana 2003 sebanyak 114 juta ton.

Namun target produksi selama 2003 hanya tercapai 112 juta ton akibat gangguan seperti mogok karyawan serta turunnya produksi batu bara di sejumlah kontraktor.

Rekor baru

Harga batu bara Australia membukukan rekor tertinggi terpengaruh keputusan Chubu Electric Power Co yang mengurangi pemakaian bahan bakar itu setelah Cina memutuskan pengurangan ekspor menyusul melonjaknya permintaan dalam negeri.

Menurut globalCOAL NEWC Index, harga batu bara dari Newcastle yang menjadi patokan di Asia naik US$2,86 atau 5,7% menjadi US$53,3 per ton.

Newcastle, yang merupakan salah satu pelabuhan ekspor batu bara terbesar di dunia, mengapalkan pasokan dari tambang milik a.l. Rio Tinto Group, BHP Billiton dan Xstrata Plc.

Harga batu bara Australia melonjak hingga seperempatnya (25%) sejak bulan lalu setelah Cina memangkas pengapalan ekspor guna memenuhi kebutuhan pembangkit listriknya.

Di sisi lain, terbatasnya daya angkut kereta api dan kecelakaan di pelabuhan telah mengurangi ekspor batu bara dari Australia, sementara unjuk rasa dan hujan berkepanjangan mengakibatkan pasokan dari Indonesia menurun.

"Penyebab utamanya adalah Cina," kata Greg Dean-Jones, analis prinsipal batu bara pada AME Mineral Economics, perusahaan riset berbasis di Sydney seperti dikutip Bloomberg, kemarin.

"Jika mereka [Cina] menarik sejumlah batu bara yang akan dipasok ke pasar, sehingga situasinya [pasar] menjadi kekurangan, maka akan berpengaruh terhadap harga batu bara."

sumber: