Penambangan Liar di Perbatasan Kampar-Sumbar Rawan Longsor

 

Penambangan Liar di Perbatasan Kampar-Sumbar Rawan Longsor

Kampar, Kompas - Penambangan liar di sepanjang 15 kilometer pada dinding tebing yang tepat berbatasan dengan jalan menyebabkan ancaman bencana longsor di setiap musim hujan.

Penambangan batu ilegal semakin marak terjadi di daerah perbatasan Riau-Sumatera Barat, khususnya di Kabupaten Kampar, Riau.

Penambangan batu itu dilakukan warga sekitar dan baru mulai marak sejak tahun 2004 meski disinyalir telah ada sejak empat tahun terakhir. Dengan alasan sebagai mata pencarian satu-satunya, mereka sulit sekali ditertibkan, kata Kepala Subdinas Pertambangan Umum Dinas Pertambangan Riau Akhyar awal pekan ini.

Pengamatan di lapangan menunjukkan, dinding-dinding tebing di sepanjang Kampar hingga memasuki wilayah Sumatera Barat telah dikapling-kapling oleh kelompok-kelompok pekerja. Sedikitnya dua penambang batu tampak asyik memukul-mukul dinding tebing dengan peralatan sederhana.

Hanya mengenakan tali tambang sebagai pengaman, pekerja yang umumnya laki-laki itu mendaki hingga ketinggian 10-15 meter di atas tanah. Bongkah-bongkah batu sebesar buah semangka satu per satu terlepas dan bebas meluncur ke bawah.

Tepat di tepian jalan, gundukan batu menggunung. Beberapa orang lainnya memukuli bongkah batu hingga menjadi bongkah yang lebih kecil siap dijual kepada pembeli. Umumnya, pembeli telah siap menjemput kumpulan batu dengan menggunakan truk- truk berukuran sedang.

Aktivitas penambangan tersebut tidak memiliki izin resmi dari Dinas Pertambangan Kabupaten Kampar. Lokasi penambangan pun dianggap tidak tepat karena semakin cekung bekas eksploitasi batu, tingkat bahaya longsor makin besar karena tanah di bagian atas tidak lagi ditopang sepenuhnya oleh dinding batu.

Akhyar mengatakan, maraknya penambangan karena permintaan akan batu untuk bahan bangunan makin meningkat.

Radius penjualan batu-batu ini berkisar 20-30 kilometer ke wilayah Sumbar dan ke arah Riau. Batu-batu yang dihasilkan dari penambangan liar ini 90 persen digunakan untuk pembangunan jalan.

Menurut Akhyar, kewenangan pengawasan dan pembinaan penambangan, terutama bahan galian golongan C, sepenuhnya dilimpahkan ke kabupaten dan kota. Bahaya longsor yang ditimbulkan menyebabkan pemerintah daerah melarangnya.

Namun, karena kegiatan penambangan menjadi mata pencarian pokok masyarakat, tidak dimungkiri jika petugas penambangan dibantu aparat kepolisian dan tim penertiban Satuan Polisi Pamong Praja terkadang memberikan toleransi.

Ia menegaskan, pihaknya tengah merancang pengaturan dan pemetaan lokasi layak tambang. Ia juga akan memberi acuan yang harus ditaati pembeli bahan bangunan untuk tidak menampung maupun membeli bahan bangunan ilegal. Kegiatan penambangan batu di tebing itu tetap dilarang. Penertiban rutin akan dilakukan menjelang musim hujan. (nel)

sumber: