PEMKAB TABALONG AMBIL ALIH PENYELESAIAN BLOKADE PT ADARO
![]() |
![]() |
![]() | ||
![]() |
|
|
JAKARTA (Bisnis):Selasa, 02/03/2004 Pemerintah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan mengambil alih penanganan kasus blokade jalan PT Adaro Indonesia agar bisa segera tuntas dan tidak berdampak lebih jauh bagi kepentingan daerah dan investor, kata eksekutif perusahaan itu. Manajer Administrasi PT Adaro Indonesia, Priyadi, mengatakan inisiatif Pemkab Tabalong untuk mengambil prakarsa dalam berdialog dengan masyarakat Pulau Kuu dan Desa Tamiang karena menganggap masalah yang terjadi adalah masalah sosial yang memang menjadi tanggung jawab pemda. "Kami lega, pemda mengambil alih penyelesaian masalah ini. Dengan begitu, kami harapkan kasus ini segera clear," katanya kepada Bisnis kemarin. Sebelumnya, masyarakat di kedua daerah itu memblokir jalan masuk ke pelabuhan dari lokasi tambang PT Adaro Indonesia, sehingga pasokan terganggu. Akibatnya, cadangan batu bara (stockpile) habis dan perusahaan tidak bisa mengekspor. Hal ini membuat PT Adaro Indonesia mengumumkan status force majeure yang disampaikan kepada pembeli di dalam dan luar negeri, serta pemerintah. Menurut Priyadi, perusahaan menunggu perkembangan dari hasil dialog antara Pemkab Tabalong dan masyarakat kedua desa tersebut. Ditanya soal dampak pernyataan force majeure kepada pembeli, Priyadi mengatakan, sejauh ini perkembangan belum besar pengaruhnya konsumen karena konsumen sendiri masih memiliki cadangan batu bara di penimbunan mereka. "Pembeli kami seperti PLTU Paiton atau pabrik semen biasanya mereka punya cadangan untuk sebulan, jadi pernyataan kami belum akan ada pengaruhnya terhadap kegiatan mereka yang memakai batu bara itu," katanya. Pengaruh pernyataan force majeure itu, lanjutnya, baru akan dihadapi oleh pembeli apabila kondisi dalam ketidakpastian suplai itu berlanjut dalam jangka waktu lebih dari seminggu. Kalau hambatan pengapalan itu berlanjut lagi, tuturnya, maka pembeli yang umumnya adalah industri self user batu bara itu harus menjadi pasokan alternatif untuk mengganti terhentinya pasokan dari Adaro. Namun, lanjutnya, sejauh ini, perusahaan belum memikirkan untuk mencari pasok alternatif bagi kelancaran pasokan untuk pembeli karena adanya keyakinan bahwa masalah itu akan dapat diselesaikan dengan cepat. Priyadi mengemukakan perusahaan belum memiliki perhitungan terhadap nilai kerugian akibat terhentinya kegiatan produksi tersebut. "Nilai kerugian itu pasti ada, tapi kami belum sampai ke arah itu. Yang kami prediksi baru loss production sekitar 350.000 ton." Dia mengatakan dalam penyelesaian masalah tuntutan kompensasi dana bagi individu masyarakat di kedua desa itu, perusahaan bersikap tidak akan mengabulkannya karena pengabulan tuntutan itu hanya akan menjadi preseden di kemudian hari untuk diulang lagi. Dia mengatakan hal itu menjadi tidak efektif dan tidak mendidik bagi perkembangan hubungan perusahaan dengan lingkungan di masa mendatang. (irs) Perusahaan sendiri, lanjutnya, sudah reguler menyediakan dana community development bagi masyarakat, sehingga tidak wajar jika masih dituntut memberikan kompensasi lagi dalam kasus tersebut. Namun, tambahnya, jika kemudian yang diminta adalah dana untuk perbaikan sarana publik atau dana pemberdayaan masyarakat, maka hal itu mungkin bisa dipertimbangkan oleh perusahaan. (irs) |
![]() |
|