Pemerintah tetap minta DPR loloskan 13 perusahaan tambang
Miningindo, 16 Des. 2003. Pemerintah tetap meminta DPR untuk meloloskan 13 perusahaan tambang yang arealnya tumpang tindih dengan hutan lindung. Izin tambang harus segera dikeluarkan agar perusahaan-perusahaan tersebut bisa segera menjalankan aktifitasnya kembali.
Menko Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, usai membuka pertemuan Ilmiah Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan Himpunan Ahli Geofisika, Jakarta, Selasa (16/12) mengatakan, bahwa kekhawatiran tidak perlu dibesar-besarkan, mengingat hanya dua persen areal hutan lindung yang tumpang tindih dengan wilayah kerja pertambangan. "Jadi tolong dibantu agar yang 13 itu bisa diloloskan," katanya seperti dikutip dari Tempo Interaktif.
Menurutnya, kerusakan lingkungan sebetulnya bukan dikarenakan aktifitas pertambangan. Kegiatan konsesi hutan yang tidak ditanami kembali, dinilai merupakan penyebab utamanya. Karena itu, dia menyatakan, tidak tepat bila masalah lingkungan dijadikan dasar untuk tidak memberikan izin tambang.
Dalam rapat gabungan antara Menko Perekonomian, Menteri Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup, dengan DPR beberapa waktu lalu, tidak dihasilkan kesepakatan apapun. DPR meminta pemerintah menghadirkan masyarakat ilmiah. Menurutnya, masyarakat ilmiah bisa diwakili oleh LIPI, namun hal itu tidak diterima DPR.
Berlarut-larutnya masalah perizinan tambang itu, dikhawatirkan akan memperburuk iklim investasi di Indonesia. Karena itu, Dorodjatun meminta masyarakat pertambangan untuk menjelaskan kepada Dewan dan pemerintah daerah menyangkut kekhawatiran mereka atas rusaknya lingkungan hidup. Penjelasan juga perlu diberikan kepada LSM-LSM lingkungan hidup yang tetap menolak rencana pemberian izin.
Menko menjelaskan, Indonesia memerlukan investasi di bidang pertambangan. Investasi yang masuk sekarang diperlukan pada 10 hingga 20 tahun mendatang. Masalah waktu penting sekali. Ini berkaitan dengan Cina yang diprediksi akan menjadi negara industri raksasa selama 25 tahun. Cina membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang besar. Selama ini, mereka mengimpornya dari Australia. Itu dikarenakan keterlambatan Indonesia melakukan transaksi dengan mereka.
Ia mengkhawatirkan, bila investasi tidak masuk sekarang, kegiatan pertambangan baru akan dibuka sekitar 20 tahun mendatang. Pada saat itu, laju pertumbuhan Cina sudah menurun. Kebutuhan bahan baku juga tidak besar lagi. Akibatnya, Indonesia tidak akan berhadapan dengan pasar yang dinamis.
Ia mengaku, investasi yang ada sekarang, dengan jumlah yang kecil, merupakan investasi pada masa lalu. Sementara, saat ini investasi cenderung tidak ada sama sekali. Dikhawatirkan setelah tahun 2007 Indonesia akan mengalami kesulitan di sektor pertambangan karena tidak adanya kegiatan baru di bidang eksplorasi. Sepinya investasi itu, katanya, antara lain, dipengaruhi oleh perundangan yang ketat, sehingga perizinan menjadi sulit.
Dalam konteks tumpang tindih lahan hutan lindung dengan area pertambangan, Menko mengatakan, UU 41/1999 tentang kehutanan harus tetap dilakukan dan dipenuhi persyaratannya. Namun ia tetap mempersoalkan proyek-proyek yang telah disetujui sebelum UU itu ada. "Kami minta 13 perusahaan yang telah diajukan ke DPR bisa disetujui," katanya.
Ke depan, ia menyerahkan masalah UU tersebut kepada masyarakat pertambangan sendiri. Bila memang mereka menyadari bahwa UU itu perlu diubah, Dorodjatun mempersilakan mereka mengajukan kepada parlemen yang baru nanti. "Mereka lebih tahu apa yang harus dilakukan kepada parlemen baru.*"