Pemerintah Siapkan Dua Opsi Dana Bagi Hasil Panas Bumi
Pemerintah Siapkan Dua Opsi Dana Bagi Hasil Panas Bumi Selasa, 02 Agustus 2005 | 20:28 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah mempunyai dua opsi pembagian pendapatan kegiatan panas bumi ke daerah. Opsi pertama, bagian daerah diambil dari 34 persen bagian negara dari pendapatan kegiatan produksi panas bumi. Dan kedua, bagian daerah diambil di luar bagian 34 persen. Sekretaris Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Sukhyar mengatakan, Pemerintah yakni Departemen Keuangan cenderung pada opsi kedua. \"Angkanya berapa, saat ini masih dibicarakan dengan pengusaha,\" kata Sukyar kepada Tempo, Selasa (2/8). Sukyar menjelaskan opsi kedua lebih dipilih karena mempermudah perhitungan. Sebab setoran pendapatan perusahaan sebesar 34 persen kepada pemerintah pusat itu termasuk seluruh kewajiban pajak perusahaan. Jadi pengusaha dianggap tidak perlu mengeluarkan biaya lain lagi. \"Perhitungannya rumit sehingga lebih baik ada angka lain di luar 34 persen.\" Rencananya, pembayaran bagian ke daerah ini akan dibayar dimuka oleh perusahaan seperti pembayaran royalti batu bara. Perusahaan dapat menganggap itu sebagai bagian dari biaya operasional. Rencana itu hanya berlaku untuk kontrak lama. Untuk kontrak baru, berdasarkan UU Panas Bumi No 27/2003 , pemerintah tak lagi menerima pendapatan 34 persen. Pendapat negara berasal dari iuran kegiatan produksi panas bumi yang dibagi 80 persen untuk daerah dan 20 persen pusat. Indonesia merupakan negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia (40 persen) yang setara 20.000 megawatt listrik. Dengan siklus 30 tahun untuk pembangkit listrik, 1.000 MW panas bumi setara cadangan migas 465 juta barel. Pemerintah menyadari jika meminta tambahan di luar bagian pemerintah pusat, ada beban bagi pengusaha sehingga pengusaha bisa jadi mendapat kompensasi. \"Bentuk kompensasinya bisa perpanjangan kontrak,\" ucapnya. Wakil Ketua Asosiasi Panas Bumi (API) Surya Darma berpendapat, perubahan aturan tentunya memberi dampak pada nilai keekonomian sebuah proyek. Dampaknya, ada perubahan harga jual listrik dari kegiatan panas bumi ketika nilai keekonomian berubah. API menyarankan harga jual itu diubah, jika pemerintah berkeinginan bagian daerah di luar 34 persen bagian pemerintah. Saat ini harga jual listrik dari kegiatan panas bumi kepada PT PLN masih di bawah $ 5 sen per kwh. \"Selama ini bagian 34 persen itu meliputi semua biaya sehingga pengusaha tidak dibebani apa pun lagi. Pada pandangannya, jika berniat mengembangkan energi alternatif di luar minyak, pemerintah seharusnya mengambil kebijakan yang mendukung pengembangan panas bumi. Saat ini, dengan bagian 34 persen saja pengusaha kesulitan mendapatkan tambahan dana bagi pengembangan panas bumi. dia juga menilai bentuk kompenasi berupa peropanjangan kontrak tak memadai. \"Pengaruhnya kecil.\" Ikhwal pemerintah daerah meminta bagian pendapatan panas bumi ini dari keberatan Pemerintah Kabupaten Garut atas PT Chevron (dulu Amoseas) yang sedang membangun proyek pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Panas Bumi Darajat III dengan kapasitas 110 megawatt. Bupati Garut Agus Supriadi menolak untuk menandatangani berbagai perizinan pengerjaan projek pembangkit panas bumi kawah Darajat unit III milik PT Chevron yang dikerjakan oleh PT Thiess Contractors Indonesia. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk protes karena belum jelasnya kontribusi PT Chevron kepada masyarakat Garut hingga saat ini. muhamad fasabeni
sumber: