Pemerintah Masih Kurang Mendukung Pengusaha
Jakarta, Kompas - Berdasarkan hasil penelitian Ernst & Young bersama Institut Teknologi Bandung School of Business and Management mengenai "Indonesian Entrepreneurship Barometer" diketahui bahwa birokrasi masih menjadi tantangan utama dalam berusaha di Indonesia.
Penelitian tersebut dilakukan terhadap 50 pengusaha menengah atas yang telah menjalankan usahanya minimal selama 15 tahun. Selain itu, industri yang mereka pimpin memiliki 500 lebih karyawan. Kemudian, merupakan perusahaan penanaman modal dalam negeri dari semua bidang, antara lain manufaktur, farmasi, pendidikan, serta jasa.
"Berdasarkan hasil penelitian, tantangan yang saat ini dirasakan paling besar oleh para pengusaha adalah masalah birokrasi. Pada awal mereka memulai usaha, hanya 17 persen yang menjawab birokrasi adalah tantangan utama. Namun, saat ini persentasenya meningkat menjadi 21 persen. Tantangan terbesar lainnya adalah menemukan orang atau mitra yang tepat dalam berusaha," kata Kuntoro Mangkusubroto, Chairman ITB School of Business.
Soal kebijakan pemerintah yang belum mendukung dunia usaha ini diakui juga oleh Presiden Direktur Dimension Footwear Group Industry and Manufacturing Harijanto, Chairman of the Board PT Konimex Djoenaedi Joesoef, dan Presiden Direktur PT Berrivale Indosari Jaya Sukamto, dalam diskusi yang membahas hasil penelitian tersebut.
"Pemerintah tampaknya menyadari bahwa kebijakannya banyak yang tidak mendukung dunia usaha, terutama yang padat karya. Buktinya saat ini banyak tenaga kerja yang dikenai PHK, banyak industri yang tutup, banyak pindah. Ini kenapa? Karena peraturan yang tidak benar. Bukan karena upah minimum regional, bukan karena yang lain," kata Harijanto.
Menurutnya, para pengusaha hanya meminta agar para regulator bisa membuat peraturan yang adil (fair) bagi pengusaha. "Jadi peraturannya harus dibenahi. Pokoknya peraturannya harus fair lah penerapannya. Kalau toh menerapkan suatu pajak yang fair, kalau sudah benar dalam membayarnya jangan dicari-cari terus kesalahan pengusahanya," kata Harijanto.
Peraturan lain yang juga harus dibenahi, menurut Harijanto, adalah soal perburuhan, perizinan, serta penghapusan terhadap pungutan-pungutan ilegal. "Kami para pengusaha sudah tidak terlalu berharap untuk mengubah keadaan karena kami ini bukan regulator. Yang penting bagi para pengusaha bisa bertahan dalam bisnis, yaitu dengan mencari sisi lain yang masih membuat kami hidup," katanya.
Pasar luar
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat juga bahwa 42 persen dari responden saat ini masih hanya melayani pasar nasional. Dalam dua tahun mendatang 62 persen responden berharap bisa menggapai pasar global, terutama pasar Asia Pasifik juga regional Asia Tenggara (62 persen).
"Ini adalah temuan yang menarik. Dalam dua tahun mendatang pasar domestik dipandang tidak lagi menjanjikan. Nah, kalau memang para pengusaha mencoba untuk meraih pasar luar negeri, maka usaha mereka di dalam negeri benar-benar harus diperkuat. Kalau tidak bisa kolaps karena tidak bisa bersaing dengan produsen luar," kata Kuntoro.
Mengenai sumber pendanaan, 53 persen responden menjawab dari utang bank. "Sebanyak 21 persen lainnya menjawab dari penjualan saham," papar Kuntoro.
Sementara itu, yang menjadi kunci pertumbuhan industri di
Mengenai faktor internal perusahaan yang menjadi tantangan utama adalah memiliki serta membentuk sumber daya manusia yang handal. "Upaya perekrutan staf yang handal dirasakan paling sulit. Sebanyak 28 persen responden menyatakan hal ini," katanya