Pemerintah Kesulitan Tambah Subsidi Listrik
Â
Jumat, 17 Maret 2006, 07:19 WIB
Pemerintah Kesulitan Tambah Subsidi Listrik
Laporan -
JAKARTA, investorindonesia.com
Pemerintah mengaku kesulitan jika harus menambah subsidi listrik guna menutup kekurangan yang diperkirakan mencapai Rp 11,6 triliun. Akan tetapi sejumlah anggota Komisi VII DPR tetap meminta pemerintah menutupi kebutuhan subsidi listrik yang sesuai audit BPK terhadap BPP listrik hanya sekitar Rp 10,2 triliun.
Kesulitan pemerintah ini seperti diungkapkan Kepala Bappekti Depkeu Anggito Abimanyu saat memberikan penjelasan dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Tim Teknis TDL Pemerintah di Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto Jakarta, Kamis (16/3/2006) malam, seperti dilansir detikcom.
Menurut Anggito, hal itu didasarkan pada kenyataan, setelah melihat risiko-risiko fiskal dan kemungkinan tambahan penerimaan dalam APBN 2006, maka masih ada kekurangan pembiayaan. "Tapi, kami mohon maaf tidak bisa memberikan angka kekurangannya, karena ini masih perhitungan sementara," katanya.
Risiko fiskal yang perlu mendapat perhatian serius adalah dari sisi makro yakni kecenderungan sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang bisa menambah belanja pemerintah.
Selain itu, tambahan dana buat sejumlah BUMN seperti Garuda dan Merpati, pembengkakan subsidi listrik, dan risiko penerimaan deviden BUMN yang tahun ini ditargetkan Rp 23,2 triliiun dengan PT Pertamina (Persero) sebagai penyumbang terbesar.
"Risiko deviden ini harus diperhitungkan benar bagaimana kalau sampai tidak terpenuhi," katanya.
Risiko-risiko fiskal lainnya yang tidak kalah penting adalah RUU Pemerintahan Aceh, subsidi pupuk dan raskin, cadangan risiko infrastruktur, dan peluncuran daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). "Karenanya, pemerintah harus melakukan upaya mencari sumber pembiayaan lain atau langkah penghematan belanja," katanya.
Menanggapi soal kesulitan penambahan subsidi itu, anggota Komisi VII FPKS DPR Ami Taher tetap meminta agar pemerintah tidak menaikkan tariff dasar listrik (TDL). "PLN sebenarnya masih bisa mengurangi beban subsidi pada BPP yang telah diaudit," katanya.
Pengurangan itu bisa dilakukan dengan merubah asumsi-asumsi dalam perhitungan TDL. Karena asumsi yang dipakai PLN tidak tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, terutama dalam patokan kurs, harga BBM jenis solar. "Asumsi kurs yang sebelumnya Rp 9700 per 1 dolar AS, bisa dikurangi karena nilai rupiah saat ini telah menguat," ujarnya.
Rapat yang dilakukan Komisi VII DPR dengan tim teknis akhirnya tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa. Komisi VII yang sebelumnya akan menolak kenaikan TDL itu hingga rapat usai tidak mengambil kesimpulan apa-apa. Rapat yang dipimpin Ketua Komisi VII Agusman Effendy akhirnya ditutup pada pukul 23.05 WIB. (*)
sumber: