Pemerintah Harus Siapkan Aturan Pengelolaan CBM

 

SUARA PEMBAHARUAN - JAKARTA - Indonesia memiliki potensi cadangan coalbed methane (CBM atau gas alam dengan rantai karbon tunggal yang diproduksikan dari batu bara) yang cukup besar. Namun penggalian potensi CBM yang merupakan sumber energi alternatif dan cukup bernilai komersial itu, hingga kini baru pada tahap penelitian. Itu pun masih terkendala dengan masalah dana sehingga penelitian yang dilakukan masih sangat terbatas.

Demikian dikemukakan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Rachmat Sudibyo seusai penandatanganan naskah kesepakatan kerja sama pengembangan CBM di Sumatera Selatan, antara Lembaga Kajian Minyak dan Gas (Lemigas) dan PT Medco E&P Indonesia, Senin (25/10), di Jakarta.

Kendala lain adalah aspek hukum. Sekarang ini kita belum memiliki aturan mengenai pemanfaatan CBM. Karena cadangan CBM itu ada di dalam wilayah kerja yang dimiliki PSC (kontraktor kontrak kerja sama), jadi belum diputuskan apakah pengelolaannya nanti juga masuk dalam kontrak PSC. Meski menghasilkan gas, kemungkinan nilai keekonomian CBM tidak terlalu tinggi, tidak seperti gas konvensional. Jadi, memang harus dipikirkan jenis kontrak yang lain, katanya.

Dijelaskan, saat ini penelitian mengenai CBM di Indonesia sudah mengalami kemajuan. Oleh karena itu, dukungan pemerintah, termasuk kesiapan perangkat hukum mengenai pengelolaan CBM, hendaknya menjadi prioritas.

Hal yang tak kalah pentingnya, menurut Rachmat, kesediaan pihak perusahaan (kontraktor kontrak kerja sama/KKS) membantu pemerintah, yakni mengizinkan dilakukannya penelitian potensi CBM di wilayah kerja KKS.

Menurut Rachmat, dalam UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, sudah memberi sinyal untuk jenis-jenis kontrak lain, selain kontrak kerja sama yang sekarang (PSC). Meski demikian, pemerintah diharapkan lebih mematangkannya dan mencari masukan sebanyak mungkin dari para pihak terkait (stakeholders).

Ke depan, Rachmat optimistis, dengan mekanisme pengelolaan yang benar dan mulai dikembangkan secara komersial, nilai keekonomian CBM akan mampu memberi tambahan devisa dari sektor migas. Apalagi dalam beberapa tahun mendatang, karena cadangan minyak bumi semakin menipis, pemerintah harus agresif mencari sumber-sumber energi alternatif untuk dikembangkan secara komersial.

Potensi Besar

Berdasarkan data Bank Dunia, hanya dari dua pulau, yakni Kalimantan dan Sumatera, potensi CBM Indonesia mencapai 453 triliun kaki kubik (TCF). Potensi di pulau-pulau lain cukup menjanjikan juga, namun diperkirakan tidak cukup signifikan bila dikembangkan secara komersial.

Potensi terbesar terdapat di cekungan Sumatera Selatan, dengan potensi sumber daya CBM sebesar 183 TCF, sehingga diperkirakan akan menghasilkan produksi 20 TCF.

Sejauh ini belum bisa dipastikan mengenai biaya produksi CBM. Namun, karena karakteristik reservoir batubara yang berbeda dengan reservoir konvensional maka hanya pada awal operasi produksi CBM yang membutuhkan biaya sedikit lebih besar.

Hal itu karena puncak produksi CBM baru bisa dicapai dalam kurun waktu 5-7 tahun, sedangkan gas alam dari reservoir konvensional puncak produksi bisa dicapai pada tahun pertama. Dalam operasional selanjutnya diperkirakan, biaya produksi CBM lebih murah US$ 0,03 per juta kaki kubik dibanding biaya produksi gas alam. (H-13)

sumber: