Pemerintah Gugat PT NMR 117 Juta Dollar

Jakarta, Kompas - Setelah proses penghitungan selama dua bulan, pemerintah melalui Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup akhirnya menentukan nilai gugatan perdata terhadap PT Newmont Minahasa Raya, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, total 117 juta dollar AS. Nilai gugatan didasarkan atas tiga kerugian yang dipandang disebabkan oleh pencemaran aktivitas tambang PT NMR, masing-masing kerugian lingkungan, kerugian sosial ekonomi masyarakat, dan kesehatan.

"Gugatan ini akan kami daftarkan pekan depan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan," kata Asisten Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Sudarsono ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (4/3).

Penentuan PN Jakarta Selatan berdasarkan pertimbangan bahwa pihak tergugat-dalam hal ini kantor pusat PT NMR-berdomisili di wilayah Jakarta Selatan.

Menurut Sudarsono, penentuan nilai gugatan perdata tersebut melibatkan beberapa pakar ekonomi, lingkungan, dan kesehatan dari lembaga pemerintah, perguruan tinggi, maupun LSM. Data-data lapangan dikumpulkan sebelum menentukan besaran nilai gugatan.

Santoso, Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak Perdata Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Agung (Kejagung) yang dihubungi terpisah mengatakan, semula pemerintah berencana menyerahkan berkas gugatan perdata terhadap PT NMR atas pencemaran kawasan Teluk Buyat itu Februari lalu. Namun, berbagai masalah harus diselesaikan terlebih dahulu-termasuk perhitungan kerugian-sehingga akhirnya baru dapat disampaikan Maret ini.

Kendati demikian, pemerintah berharap agar proses persidangan dapat segera dilangsungkan pada bulan Maret ini juga. Menurut Santoso, pengajuan gugatan perdata itu berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Perhitungan kerugian materiil yang dicantumkan dalam gugatan perdata tersebut mencakup sejumlah hal, antara lain reklamasi pantai dan perikanan. Kerusakan ekologi merupakan komponen terbesar yang diperhitungkan dalam gugatan yang disusun bersama-sama oleh tim jaksa pengacara negara (JPN) dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Jaksa bersiap

Saat ini, tim JPN dari Kejagung selaku kuasa hukum pemerintah sudah mempersiapkan diri menghadapi persidangan. Bahkan, tujuh JPN yang ditunjuk berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 17/MenLH/12/2004 tertanggal 29 Desember 2004 dari Menneg LH kepada Jaksa Agung telah datang langsung ke lokasi pencemaran di Teluk Buyat, pekan lalu. Selain memastikan secara langsung kondisi di lapangan, kehadiran JPN juga untuk melihat keberadaan barang-barang milik PT NMR yang akan diajukan dalam permintaan sita jaminan ke pengadilan.

"Kapan akan disidangkan, merupakan kewenangan PN Jakarta Selatan. Kami sendiri siap untuk menghadapi persidangan dan optimis," ujar Santoso.

Ketujuh JPN dari jajaran Kejagung itu adalah Jaksa Agung Muda Datun Harprileny Soebiantoro, serta jajaran jaksa dari Datun, yakni Santoso, Didiek Soekarno, Susdiyarto, Purwani Utami, Dian Arfiani Amir, dan Bima Suprayoga. Selain itu, tim pemerintah juga disertai praktisi hukum Bambang Widjojanto, Iskandar Sonhadji, dan Diana Fauziah.

Terkait dengan kemungkinan diajukannya Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional oleh PT NMR atas gugatan perdata tersebut, Santoso menegaskan, dasar gugatan yang diajukan berbeda. Arbitrase diajukan berdasarkan perjanjian antara pemerintah dan PT NMR, sedangkan gugatan perdata ini diajukan berdasarkan UU No 23/1997.

Selain mendaftarkan gugatan perdata, pemerintah kini juga tengah menunggu kelanjutan proses gugatan pidana. Kelanjutan proses itu bergantung pada hasil kajian Mahkamah Agung atas kasasi praperadilan yang diajukan PT NMR.

Menurut informasi yang diterima Kantor Menneg LH, keputusan kasasi praperadilan akan dikeluarkan pekan ini. "Lebih cepat lebih baik," kata Sudarsono.

Datangi Menkes

Jumat sore, 15 warga yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Masyarakat Ratatotok menemui Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Mereka menyampaikan sikap menolak pernyataan bahwa terjadi pencemaran di Teluk Buyat.

Warga yang mengaku tidak terkait dengan PT NMR itu juga meminta hasil penelitian Departemen Kesehatan terhadap kawasan Buyat yang dilakukan tahun 2004. Akan tetapi, permintaan ditolak Menkes dengan alasan belum selesai.

Warga yang dipimpin langsung Camat Ratatotok Frans Rolos meminta agar pemerintah mewaspadai bahaya konflik horizontal di Ratatotok. Pasalnya, masyarakat terbelah dua, antara yang mendukung pernyataan terjadi pencemaran dan yang tidak mendukung.

"Jangan lagi ada pernyataan- pernyataan yang meresahkan warga. Tunggu saja sampai ada keputusan pengadilan," katanya

sumber: