Pembukaan Tambang Pasir Laut di Riau Bergantung Hasil Pemetaan Laut
Kompas, 12 Januari 2004
Pekanbaru, Kompas - Pembukaan tambang pasir laut di Riau sangat bergantung pada kondisi peta laut di perairan Riau yang tengah dirancang oleh pemerintah provinsi ini. Pemetaan laut di sekitar kawasan perairan Selat Malaka dan Kepulauan Riau menjadi syarat mutlak yang tengah ditempuh Pemerintah Provinsi Riau untuk memutuskan pembukaan kembali tambang pasir laut.
Gubernur Riau Rusli Zaenal mengungkapkan itu saat ditemui di tengah pertemuannya dengan para pengunjuk rasa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau (Unri) di Pekanbaru, Sabtu (10/1).
Para pengunjuk rasa mendatangi Kantor Gubernur Riau untuk menuntut penjelasan atas keterangan Gubernur Rusli di beberapa media massa Pekanbaru yang menyatakan, persetujuannya pada pembukaan kembali tambang pasir laut.
Rusli menjelaskan, pihaknya hanya akan mengambil keputusan mengenai pembukaan kembali penambangan pasir laut di kawasan perairan Riau setelah pemetaan laut di kawasan ini selesai dilakukan. Peta laut tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran yang jelas mengenai potensi kelautan dan daerah-daerah yang masih memiliki kemungkinan untuk penambangan pasir.
"Saya sudah menginstruksikan kepada seluruh kepala dinas yang terkait untuk menyusun peta laut itu sesegera mungkin. Saya berharap dengan peta laut ini akan dihasilkan sebuah keputusan yang proporsional dan rasional mengenai kemungkinan pembukaan atau penutupan tambang pasir laut itu," katanya.
Kajian komprehensif
Rusli menegaskan, keputusan tentang kemungkinan pembukaan kembali pasir laut di perairan Riau harus dilakukan setelah melakukan kajian secara menyeluruh di semua bagian wilayah perairan yang ada, baik di Provinsi Riau maupun di Kepulauan Riau.
Kajian secara komprehensif di seluruh wilayah tersebut dilakukan untuk menemukan kemungkinan adanya kawasan yang layak untuk dikembangkan secara ekonomis melalui penambangan pasir laut.
"Saat ini kami belum mengetahui secara pasti kawasan-kawasan mana saja yang belum dikembangkan secara ekonomis. Pemetaan laut tadi sangat diperlukan untuk menetapkan wilayah-wilayah yang harus dikembangkan dengan penambangan pasir, namun tanpa merusak kondisi lingkungan, biota laut, dan tanpa mengorbankan masyarakat nelayan di sekitarnya," paparnya.
Komitmen
Rusli mengatakan, pihaknya tetap memiliki komitmen yang sama atas keputusan yang ada saat ini, yakni keputusan tentang penutupan untuk sementara pertambangan pasir laut tersebut di seluruh kawasan perairan Riau. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Riau mengharapkan agar semua pihak tidak mengambil keputusan yang tergesa-gesa.
"Kita jangan mengambil keputusan yang terburu-buru dalam hal ini. Oleh karena itu, sebelum keputusan itu dilakukan, saya mengharapkan agar segala kekhawatiran tentang isu pembukaan tambang pasir laut itu bisa dikontrol, karena kami masih memiliki komitmen untuk tetap menutup penambangan pasir ini," ujar Rusli.
Dalam unjuk rasa yang berlangsung sekitar satu jam, Koordinator Lapangan Aksi BEM Unri Denny Syahputra menegaskan, pihaknya menolak penambangan pasir laut di seluruh kawasan Riau. Mereka juga mendesak Pemerintah Provinsi Riau agar menutup penambangan secara permanen.
"Penutupan tambang pasir laut tersebut harus diikuti oleh reorientasi paradigma usaha peningkatan pendapatan asli daerah melalui eksploitasi sumber daya alam oleh pemerintah provinsi dan seluruh pemerintah kabupaten serta kota," ujar Denny.
Penutupan tambang pasir laut, lanjut Denny, merupakan harga mati karena analisis mengenai dampak negatifnya sudah tersedia sejak lama. Penambangan pasir laut itu dinilai menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan hidup yang akhirnya merusak siklus kehidupan biota laut.
"Lebih dari itu, penambangan pasir telah mengurangi kreativitas masyarakat di sekitar areal tambang dalam mengembangkan perekonomian mereka. Itu sudah pasti, meskipun diakui telah menjadi sumber pendapatan asli daerah yang tinggi, terutama bagi Pemerintah Kabupaten Tanjung Balai Karimun," kata Denny