Pembuangan Limbah ke Dasar Laut Harus Dievaluasi

Pembuangan Limbah ke Dasar Laut Harus Dievaluasi

Suara Pembaruan, 29 Desember 2005

 

JAKARTA - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta mengevaluasi pemberian izin operasi pertambangan kepada PT Meares Soputan Mining (MSM), karena Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)-nya telah kedaluwarsa dan belum mendapatkan rekomendasi Amdal yang baru dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH).

Sejumlah warga sekitar operasi tambang yang didampingi oleh lembaga swadaya masyarakat, menjadi resah atas keberadaan perusahaan itu karena membuang limbah operasi tambangnya ke perairan sekitar tempat mereka.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Siti Maimunah menjawab Pembaruan, Senin (26/12), menyatakan operasi tambang yang dilakukan perusahaan itu termasuk ilegal karena belum memiliki perizinan yang lengkap. "Selain ilegal, operasi pertambangan mendapat penolakan ribuan warga sekitar. Proyek ini akan mengancam mata pencarian lebih dari 9.000 nelayan di Teluk Rinondoran, Bitung, dan sekitarnya," ujarnya.

Siti mengatakan Departemen ESDM lamban menangani perkara ini sehingga meresahkan warga sekitar. Menurutnya PT MSM dalam operasinya akan membuang sekitar 68 juta ton tailing ke laut teluk Rinondoran, seperti dalam Amdal tahun 1998. Studi Amdal itu disusun oleh konsultan Dames & Moore yang juga menyarankan pembuangan limbah ke dasar laut pada perusahaan-perusahaan lain di Indonesia.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) telah mengeluarkan rekomendasi lewat surat No B-6308/ MENLH/12/2005 kepada Menteri ESDM agar segara mengevaluasi operasi PT MSM di Sulawesi Utara. Namun menurut SK Kelayakan Lingkungan yang dikeluarkan Gubernur Sulawesi Utara AJ Sondakh, Amdal PT MSM masih berlaku dan operasi tambang bisa terus dilakukan.

Diperkirakan dalam lima tahun pertama proyek pertambangan itu akan memproduksi 160.000 ounce emas per tahun dan akan memberikan royalti kepada Propinsi Sulawesi Utara sekitar Rp 19 miliar per tahun. Padahal potensi ekonomi yang dihasilkan nelayan sekitar Teluk Rinondoran sedikitnya Rp 54 miliar per tahun terancam hilang atau berkurang jika pembuangan tailing ke laut dilakukan.

Sementara itu, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, pernah berkomitmen untuk menjaga kondisi lingkungan di sekitar operasi pertambangan, terutama oleh perusahaan-perusahaan besar. "Selama masih bisa dilakukan pencegahan kita akan melakukan hal itu. Selama operasi belum dimulai kita bisa melakukan upaya terbaik untuk lingkungan, berbeda sekali jika operasi itu sudah berjalan," ujarnya.

sumber: