Pembenahan Industri Timah Harus Transparan

Selasa, 20 Februari 2007 JAKARTA -- Komisi VII DPR menilai menilai pembenahan tata niaga timah harus dilakukan secara transparan. Tujuannya, kata Ketua Komisi VII DPR Agusman Effendi, agar Indonesia mampu memanfaatkan momentum tingginya harga komoditas tersebut sekarang ini bagi perekonomian nasional. \\\"Selama ini, tata niaga timah memang sudah carut-marut, karenanya perlu dilakukan pembenahan dengan penegakan hukum yang tegas dan transparan,\\\" kata Agusman di Jakarta, kemarin (19/2). Menurut dia, pembenahan yang dilaksanakan secara transparan dan sesuai hukum yang berlaku akan menjadikan iklim usaha pertambangan timah semakin kondusif. Tidak adanya kriteria yang jelas antara tambang inkonvensional (TI), tambang rakyat, dan tambang tanpa izin, jelas Agusman, membuat praktik penambangan timah khususnya di wilayah Bangka-Belitung sulit dikontrol dan bercampur dengan kegiatan tambang legal. \\\"Akhirnya, wilayah itu menjadi `abu-abu` dan sulit ditertibkan,\\\" ujar politisi dari Partai Golkar itu. Agusman mengakui kriteria mengenai jenis usaha penambangan tersebut belum terakomodasi dalam UU Pertambangan No 11/1967. Karenanya, pemerintah dan DPR berupaya segera merampungkan UU Minerba yang di antaranya mengakomodasi hal tersebut. Posisi Indonesia sesungguhnya dapat menjadi pengendali harga timah dunia mengingat volume ekspor tahun 2005 mencapai 123.500 ton, sementara kebutuhan timah dunia sekitar 280 ribu ton. Ekspor timah tersebut dipasok dari dari PT Timah sebesar 43 ribu ton, PT Kobatin 20.500, smelter swasta 15 ribu ton, dan 45 ribu lainnya dari hasil pengolahan kembali. Saat ini, harga timah di pasar dunia berada pada posisi yang cukup tinggi, yakni mencapai 12.650 dolar AS per ton atau meningkat dua kali dibandingkan harga Januari lalu. Sedangkan, data Departemen ESDM menyebutkan, produksi timah tahun 2006 yang berasal dari PT Timah dan PT Koba Tin mengalami penurunan dibandingkan 2005. Produksi Timah pada 2006 tercatat konsentrat 28.845 ton dan logam atau batangan 31.479 ton, sedangkan Kobatin konsentrat 25.121 ton dan logam 17.877 ton. Pada tahun 2005, produksi PT Timah yang berupa konsentrat 42.515 dan logam 41.799 serta Koba Tin yakni konsentrat 35.889 ton dan logam 26.054 ton. Agusman juga mengatakan, masalah tata niaga timah, sebenarnya sudah sejak lama menjadi perhatian serius DPR yang di antaranya dengan membentuk panitia khusus. Salah satu rekomendasi DPR kala itu, melakukan penegakan hukum, di samping pembenahan dari sisi lainnya, terutama masalah pengawasan teknis, lingkungan, dan perizinan.

sumber: