Pembangunan HTI Sulit Berkembang di Kalteng, karena Terjadi Tumpang Tindih Lahan Pertambangan

Pembangunan HTI Sulit Berkembang di Kalteng, karena Terjadi

Tumpang Tindih Lahan Pertambangan

   Minggu, 22 Januari 2006 16:15 WIB
Penulis: Denny Syahputra

BANJARMASIN--MIOL: Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Selatan, yang digalakkan sejak dekade 1990-an, sulit berkembang. Soalnya, terjadi tumpang tindih lahan (overlap) dengan sektor nonhutan, terutama pertambangan.

"Dari 14 buah perusahaan yang memiliki hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) di Kalsel, kini tersisa tidak lebih lima perusahaan yang masih aktif dan berkembang. Sebagian besar tidak berkembang," kata Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Sonny Partono, Minggu (22/1).

Bahkan yang lebih parah areal HPHTI tersebut, banyak beralih fungsi menjadi areal pertambangan.

Ke-14 HTI itu, semuanya menghadapai masalah tumpang tindih lahan dengan sektor nonkehutanan, terutama pertambangan batu bara.

Lima perusahaan HTI yang masih bertahan yaitu Inhutani II unit samaras berlokasi di Kotabaru dengan luas pencadangan 50.000 hektare, tetapi realisasi tanamnya baru separuh dari luas pencadangan. PT Aya Yayang (Tabalong) dengan pencadangan seluas 20.000 hektare baru merealisasikan penanaman seluas 5.372 hektare.

PT Trikorindotama Wana Karya (Tabalong), dari luas pencadangan 13.545 Ha, realisasi tanamnya baru 3.605 Ha, PT Hutan Sembada (Tabalong) dari luas pencadangan 10.260 Ha, realisasi tanam baru 6.243 Ha dan PT Jenggala Semesta (Tabalong) dari luas pencadangan 12.380 ha, realisasi tanamnya seluas 5.817 ha.

Walau masih bertahan sebagian dari luas areal HPHTI lima perusahaan ini pun sudah dimanfaatkan bagi kegiatan pertambangan. Demikian juga dengan sembilan perusahaan pemegang HPHTI dengan luas total mencapai lebih dari 500.000 hektare di empat kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru, sebagian besar areal HTI sudah beralih menjadi areal pertambangan batu bara.

Bahkan areal HTI yang tidak sempat dipanen karena kelemahan tidak adanya industri perkayuan penunjang, sudah mengalami kerusakan akibat ekspansi kegiatan pertambangan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, Berry Nahdian Furqon mengatakan luasan HTI di Kalsel pada 2002 tercatat 538.320 Ha, dengan relisasi tanam hanya 230.293 Ha.

Dalam perkembangannya HTI tidak mampu menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah kekurangan bahan baku industri perkayuan, sehingga banyak perusahaan HTI tidak dapat bertahan.

Lebih jauh dikemukakan Berry laju kerusakan hutan di Kalsel per tahunnya mencapai 57.193 hektare atau 157 hektare per hari. Penyebab kerusakan hutan ini antara lain, eksploitasi berlebihan kawasan hutan produksi tanpa mengindahkan nilai-nilai konservasi.

Minimnya upaya penanaman di lahan-lahan kritis pasca kegiatan pembalakan. Serta adanya konversi kawasan hutan menjadi non kehutanan seperti perkebunan dan terparah ekspansi kegiatan pertambangan dalam beberapa tahun terakhir. (DY/OL-02).

sumber: