Pemasok batu bara PLTU Suralaya langgar kontrak
JAKARTA (Bisnis): PLTU Suralaya terpaksa menurunkan konsumsi batu bara dari 30.000 ton menjadi 25.000 ton per hari, karena sejumlah pemasok mengingkari kontrak dengan unit pembangkit tersebut.
Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN, Ali Herman Ibrahim, mengatakan tidak dipenuhinya kontrak pengiriman batu bara oleh sejumlah pemasok itu karena dipicu oleh melonjaknya harga batu bara di pasar internasional, sehingga mereka lebih memilih mencari transaksi dengan tingkat harga baru.
"Memang pasokan batu bara ke PLTU Suralaya turun karena pemasok ingin menjual ke pihak lain dengan harga pasar internasional yang saat ini lagi naik tajam. Akibatnya pembangkit Suralaya harus mengurangi konsumsi batu bara dari 30.000 ton menjadi 25.000 ton saja per hari," katanya kepada Bisnis kemarin.
Dia menyayangkan penurunan kiriman bahan bakar itu ke Suralaya karena sebenarnya pemasok sudah terikat kontrak dengan pembangkit tersebut.
Saat ini, lanjutnya, sejumlah pemasok di antaranya PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terikat kontrak dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya dengan harga berkisar Rp240.000 per ton.
"Karena harga batu bara naik mereka minta kenaikan harga jual kepada PT Indonesia Power [anak perusahaan PLN] selaku pemilik pembangkit Suralaya. Tetapi kenaikan itu sulit dikabulkan karena cukup berat," katanya.
Berdasarkan catatan Bisnis, tiga perusahaan terikat kontrak jual beli batu bara dengan PT Indonesia Power pada 2003, yaitu PTBA dengan volume 6,1 juta ton, PT Adaro Indonesia dan PT Kideco Jaya Agung, masing-masing sebanyak satu juta ton.
Ali Herman mengatakan PTBA sebenarnya terikat kontrak jangka panjang dengan anak perusahaan PT PLN itu dengan pencantuman harga kontrak Rp240.000 per ton.
Namun sejauh ini, tuturnya, pasokan dari PTBA belum memenuhi kesepakatan kontrak yang telah dibuat.
Dia mengatakan berdasarkan harga pasar internasional, batu bara saat ini ada pada kisaran US$32 atau Rp270.000 per ton.
Tidak adil
Menurut dia, para pemasok batu bara ke Suralaya sudah bertindak tidak adil karena ngotot meminta kenaikan harga yang sulit dipenuhi.
Padahal, katanya, PT Indonesia Power sudah memberikan komitmen harga yang cukup baik sebelumnya, pada masa batu bara tengah mengalami tren harga yang tidak baik, anak perusahaan PLN itu tetap membayar harga sesuai kontrak.
"Sehingga dengan sikap yang mereka [pemasok] ambil saat ini sangat disayangkan. Selama ketika harga batu bara tidak begitu bagus kita kan memberikan harga cukup baik," katanya.
Sementara itu, Dirut PT Bukit Asam Tbk, Ismeth Harmaini, dan Sekretaris Perusahaan, Milawarma sewaktu dihubungi melalui mobile untuk mengkonfirmasi masalah tersebut tidak dapat dihubungi.
Ali Herman mengatakan pembangkit Suralaya masih berupaya mencari sumber pemasok alternatif dari Kalimantan untuk memenuhi kekurangan pasokan tersebut.
Hal itu, lanjutnya, untuk menjaga stabilisasi operasional pembangkit itu yang memberikan kontribusi 46% terhadap listrik PLN atau 50% terhadap listrik Jawa-Bali.
Pembangkit tersebut pada 2002 berhasil memproduksi arus sebesar 21.000 GWh, dan pada 2003 sebesar 22.000 GWh. (irs)
sumber: