Pejabat Tak Tahu Perppu 1/2004
Wakil Bupati Banjar yang juga Ketua Satuan Petugas Pengawasan dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup (SP3KLH) H Mawardi Abbas mengatakan, dirinya masih belum menguasai kandungan perppu yang dipersoalkan bahkan ditolak beberapa LSM lingkungan hidup di Kalsel.
"Kalau di media massa, saya mengetahui bahwa perppu yang dipersoalkan kalangan LSM itu, karena isinya lebih membela kepentingan perusahaan multinasional ketimbang kepentingan rakyat. Bahkan katanya, perusahaan yang telah memenuhi syarat boleh melakukan penambangan di kawasan hutan lindung," ungkapnya.
Tapi, lanjutnya, dirinya tidak bisa berkomentar lebih jauh karena sebagai pejabat ia harus loyal dengan pemerintah pusat. "Selain itu, berkas perppu belum kita peroleh. Begitu juga belum ada sosialisasi resmi dari pejabat yang berkompeten menjelaskan kandungannya," jelasnya.
Mawardi mengatakan, memang ada segi positif dan negatifnya jika aktivitas di kawasan hutan lindung dilakukan, baik oleh perusahaan besar atau rakyat biasa. Dari sisi negatif, kalau hutan digarap oleh perusahaan besar, maka hutan akan lebih cepat habis. "Positifnya, perusahaan besar tentunya memiliki kewajiban merehabilitasi dan menghijaukan kembali hutan yang sudah digarapnya," paparnya.
Adapun kalau hutan digarap oleh rakyat biasa yang biasanya tidak dilengkapi alat-alat canggih, maka berkurangnya kawasan hutan akan sangat lambat. "Namun, negatifnya, biasanya rehabilitasi hutan kurang diperhatikan," ucapnya.
Kepala Dinas Kehutanan Banjar Ir Nasrun Syah mengatakan, ia tidak bisa berkomentar banyak tentang perpu tersebut. Hal itu, lanjutnya, karena masih belum ada sosialisasi resmi dari pejabat pusat.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu, sejumlah aktivis lingkungan dari sejumlah kampus di Kalsel, menggelar aksi unjuk rasa menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2004.ap
--------------------------------------------------------------------------------