Peer Review" atas Penelitian Buyat

Jakarta, Kompas - Tim Penanganan Kasus Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup di Teluk Buyat (Sulawesi Utara), memutuskan untuk melakukan peer review atau tinjauan mendalam oleh tim pakar atas sejumlah hasil penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan Teluk Buyat. Langkah itu akan disusul dengan pengambilan sampel di lapangan untuk menelusuri penyebab gangguan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan.

Keputusan itu dihasilkan dalam rapat tim pengarah, setelah mendengarkan pemaparan kerangka acuan dari Ketua Tim Teknis, Masnellyarti Hilman, Selasa (10/8). Rapat yang berlangsung di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), dihadiri para tim pengarah dari KLH, Departemen Kesehatan, Departemen Sumber Daya Energi dan Mineral, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara, dan Universitas Sam Ratulangi Manado, serta mantan Menteri LH Emil Salim.

Masnellyarti mengemukakan, tim pakar (peer group) akan mengkaji secara mendalam sedikitnya delapan hasil penelitian yang dilakukan berbagai pihak. Termasuk yang akan dikaji kembali adalah dokumen Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Rencana Kelola Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), serta segala perizinan yang diberikan kepada PT Newmont Minahasa Raya (NMR).

Usai rapat, Prof Emil Salim menjelaskan bahwa kajian komprehensif yang akan dilakukan oleh para pakar terkait, diharapkan dapat mengungkapkan empat hal. Pertama, apa penyebab gangguan kesehatan yang dialami masyarakat di Desa Buyat Pantai dan Desa Ratatotok.

Kedua, apakah benar terjadi pencemaran pada air laut, ikan, dan sedimen di Teluk Buyat. Ketiga, jika terjadi pencemaran, akan ditelusuri sumbernya, dari PT NMR, penambangan yang dilakukan masyarakat, ataukah terjadi secara alami. Keempat, apakah PT NMR telah memenuhi segala ketentuan peraturan.

Emil menekankan bahwa peer review harus dilakukan secara transparan, sehingga tidak lagi menimbulkan silang pendapat dan saling curiga. "Mari kita dudukkan seluruh hasil penelitian itu, agar mendapatkan suatu gambaran yang komprehensif tentang apa yang sebenarnya terjadi di sana (Teluk Buyat). Dan kata kuncinya adalah transparansi," tegas Emil.

Sementara itu, Rektor Unsrat, Prof Dr Ir Lucky Sondakh, menambahkan bahwa melalui peer review keabsahan hasil-hasil penelitian tentang Teluk Buyat akan teruji secara ilmiah. Lucky, yang akan mengkoordinir peer review tersebut, mengedepankan prinsip kejujuran. "Itu semua dilakukan agar kita tidak larut dalam kontroversi dan kebingungan," ujarnya.

Berita Acara Pemeriksaan

Secara terpisah, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Irjen Dadang Garnida mengemukakan, hasil survei ahli epidemiologi dari National Institute for Minamata Disease, Jepang, dr Mineshi Sakamoto PhD, akan dijadikan bahan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh polisi. Dengan demikian, hasil survai tersebut akan dapat dijadikan bukti hukum di pengadilan.

"Sekarang, ahli penyakit minamata itu sedang meneliti di Teluk Buyat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Nanti, tanggal 12 sampai 15 Agustus, dia akan berada di Jakarta, dan Polri akan memasukkan hasil survainya ke dalam BAP," ungkapnya.

Menurut Dadang, hasil survei pakar minamata itu akan menjadi bahan second opinion buat polisi. Namun, ketika ditanya apakah hasil analisa sampel darah dari pihak lain -seperti Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan (Puska RKL) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Indonesia- juga akan dimasukkan ke dalam BAP, ia menjawab, "Tergantung polisi."

Dadang menandaskan, jika Puska RKL FMIPA UI dapat membuktikan bahwa hasil mereka dapat dipertanggungjawabkan, Polri akan menjadikannya sebagai second opinion juga. "Memang ada hasil beberapa laboratorium berkaitan dengan masalah ini. Polri tinggal menyeleksi, mana saja yang juga bisa dijadikan BAP," tambahnya lagi.

sumber: