PE Batu Bara Harus Ada Untuk Daerah

PE Batu Bara Harus Ada Untuk Daerah

Banjarmasinpost, 21 Oktober 2005

Banjarmasin, BPost
Penerapan kebijakan pungutan ekspor (PE) batu bara sebesar lima persen oleh pemerintah, harus jelas peruntukkan terutama pembagian ke daerah asal barang. Jangan sampai pembagian daerah minim sehingga meninggalkan kesengsaraan bagi rakyat setempat.

"Jangan seperti royalti tambang batu bara, dari 13 persen yang turun ke daerah sangat kecil sekitar 1,8 persen. Padahal rakyat yang merasakan akibatnya," tegas salah satu pengusaha tambang di daerah ini, Yazidie Fawzie, Kamis (20/10).

Menurut dia, bagi pengusaha PE sebesar lima persen tak masalah terutama mereka yang memiliki tambang besar, hanya saja apakah PE itu nantinya akan dialokasikan pula ke daerah dengan jumlah yang sepadan itu yang perlu jelas mulai sekarang.

"Saya kira bagi pengusaha seperti saya pungutan tambang tak masalah asal alokasi peruntukkan jelas, terutama bagi daerah," ujarnya.

Menurut direktur utama PT Tara Graha Mulia ini, agar PE ini tak seperti pembagian royalti, yang lebih banyak untuk pusat, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Kalsel harus menyikapi dan memperjuangkan di pusat sehingga pembagiannya adil.

"Bagaimanapun juga yang merasakan dampak akibat pertambangan itu adalah masyarakat daerah. Memang pemerintah pusat ikut bertanggung jawab, tapi apakah mereka yang merasakan langsung?" cetus pengusaha muda yang juga ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalsel ini.

Yang perlu diperhatikan pula, sambung dia, apakah perusahaan tambang terutama yang mengantongi izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) sudah melaksakan community development (CD) dan analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) dan kewajiban lainnya.

Yazidie juga menyarankan perlunya ada areal tertentu untuk pencadangan yang tidak boleh diganggu gugat. "Areal ini bisa diambil dari beberapa persen lahan milik pertambangan besar. Nantinya dimanfaatkan sebagai cadangan daerah jika SDA dan energi sudah menipis," katanya.

Tak Lazim

Sementara itu, kalangan pengusaha batu bara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menolak penerapan PE, karena dinilai tidak lazim dan tidak mempunyai alasan yang jelas.

"Tidak ada negara di dunia ini yang menerapkan PE bagi produk pertambangan termasuk batu bara karena memang tidak lazim dan tidak mempunyai alasan yang kuat," Ketua Umum APBI, Jeffrey Mulyono.

Jeffrey mengatakan dirinya mengkhawatirkan investor tidak akan ada yang mau menanamkan modalnya di usaha pertambangan di Indonesia dengan penerapan PE yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan No 95/PMK.02/2005 dan berlaku sejak 11 Oktober itu.

Jeffrey mengaku terkejut dengan keluarnya PE batu bara tersebut. Alasannya, dalam pembahasan yang dilakukannya dengan Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya, kemungkinan besar PE tidak jadi diterapkan. "Departemen ESDM yang saya hubungi mengaku terkejut dengan keluarnya PE itu karena mereka sebelumnya juga menolak," tambahnya.

sumber: