PE batu bara dikaji ulang
PE batu bara dikaji ulang
Bisnis, 31 Oktober 2005
JAKARTA: Pungutan Ekspor batu bara sebesar 5% yang ditetapkan Peraturan Menkeu No. 95/PMK.02/2005 dan mulai berlaku 11 Oktober 2005 disepakati untuk dikaji ulang.
Hal itu disepakati dalam pertemuan antardepartemen, Depkeu, Departemen ESDM, dan Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) pekan lalu.
Kini, kalangan produsen batu bara diminta mengkaji ulang nilai keekonomian pungutan ekspor (PE) yang dikenakan pada komoditas itu mulai 11 Oktober lalu sesuai
Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral (GSDM) pada Departemen ESDM, Simon F. Sembiring mengatakan perhitungan itu diharapkan selesai bulan depan sehingga hasil perhitungan dapat dibahas kembali bersama departemen terkait.
"Kemarin itu waktu pertemuan, disepakati, biar pengusaha yang hitung dulu be-rapa penentuan batas PE agar mereka tidak terlalu keberatan juga. Nanti November [2005] kami akan ketemua lagi termasuk dengan Depkeu," katanya kemarin.
Selain melibatkan pelaku usaha, tutur Simon, pertemuan itu juga membicarakan dua alternatif lain terkait PE, a.l. mempertimbangkan pemberlakuan PE untuk seluruh perusahaan produsen batu bara nasional dan menghitung kembali persentase pungutan.
Menurut dia, PE yang kini hanya diberlakukan bagi perusahaan pemegang kuasa pertambangan (KP) dan perusahaan nasional dinilai diskriminatif.
Hal ini disebabkan adanya klausul kontrak dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang menyatakan pemegang kontrak tidak akan dikenakan pungutan baru yang diberlakukan setelah kontrak diteken.
Dengan ketentuan itu, sejumlah perusahaan asing dan pemegang PKP2B tidak terkena pungutan tersebut. "
Terkait penurunan persentase PE, tambahnya, hal ini juga akan dihitung kembali oleh asosiasi batu bara bersama pemerintah sehingga tarif yang diberlakukan bisa lebih rendah dari ketentuan saat ini 5%.
"Pengusaha batu bara ini
Investasi migas
Sementara itu, pekan lalu Presiden Su-silo Bambang Yudhoyono di Jambi kembali mengundang kalangan investor untuk menggiatkan eksplorasi migas dengan menjanjikan tiga jaminan perbaikan kebijakan agar menguntungkan pelaku usaha di sektor terkait.
Tiga jaminan itu adalah penataan hukum dan aturan yang berlaku, memperbaiki pelayanan dan ketertiban operasional, dan menciptakan stabilitas politik dan keamanan.
Hal itu disampaikan presiden dalam sambutannya pekan lalu di depan pelaku industri migas di Jambi pada peresmian 13 proyek migas di seluruh nasional senilai US$1,213 miliar yang baru berproduksi tahun ini.
"Kita akan terus membuka diri untuk bekerja sama kemitraan dengan negara sahabat. Hal yang sama kita lakukan dengan pelaku usaha dengan kerja sama bisnis yang saling menguntungkan," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Kardaya Warnika mengatakan pihaknya juga tengah mengkaji insentif baru untuk menggairahkan sektor migas.
Insentif itu berupa penyederhanaan komitmen eksplorasi bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang mengoperasikan wilayah kerja migas baru. Pengurangan komitmen ini diharapkan dapat meningkatkan rasio keberhasilan eksplorasi di daerah sulit (remote area) seperti cadangan migas di Indonesia Timur yang mayoritas berada di laut dalam.
"Kami sedang mengkaji beberapa insentif baru yang nantinya diajukan di Ditjen Migas. Salah satunya mengurangi komitmen eksplorasi. Misalnya, studi seismik saja, tidak perlu langsung drilling kalau wilayahnya diduga tidak prospektif."
Saat ini, komitmen eksplorasi yang diminta pemerintah bagi operator lapangan baru adalah studi seismik, baik 2D mau-pun 3D, ditambah pengeboran sumur eksplorasi. Banyaknya komitmen itu juga mempengaruhi besaran investasi. sumber: