Pasokan Listrik Jawa Madura, Bali Terancam

JAKARTA - Suara Pembaharuan, 20 Januari 2004 Persediaan batu bara di PLTGU Suralaya saat ini menipis sehingga mengancam pasokan listrik wilayah Jawa-Madura, dan Bali. Hal itu disebabkan batu bara dari kawasan tambang PT Batubara Bukit Asam yang biasanya diangkut dengan kereta api melalui jalur itu, belum bisa dilakukan lagi, menyusul keterlambatan perbaikan jalur kereta api jalur Tanjung Enim - Tarahan, Sumatra Selatan (Sumsel).

Direktur Utama PT Indonesia Power sebagai pengelola PLTGU Suralaya, Firdaus Akhmal yang ditemui di Bogor akhir pekan lalu mengatakan, saat ini persediaan batu bara hanya tinggal 200 ribu ton, atau cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangkit selama delapan hari. Ini adalah stok yang kritis, karena biasanya kami memiliki cadangan batubara sampai 15 hari, katanya.

Informasi yang diperolehnya dari PT KA, perbaikan jalur itu baru bisa diselesaikan pada 23 Januari mendatang. Jadwal ini mundur dari yang direncanakan semula, yakni awal Januari. Kalau mereka mundur lagi, pasokan listrik Jawa - Madura - Bali bisa terganggu karena tidak semua bahan bakar pembangkit di Suralaya bisa diganti dengan bahan bakar minyak, tambah Firdaus.

PLTGU Suralaya adalah pembangkit di Jawa Barat yang dioperasikan oleh PT Indonesia Power, anak perusahaan PT PLN. Pembangkit yang terdiri dari delapan unit dan berkekuatan 3.400 MW ini menyumbang 20 persen kebutuhan listrik di Jawa.

Batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit di Suralaya, sebanyak 60 persen didatangkan dari PT Tambang Bukit Asam, di Sumatra. Sisanya, sebanyak 15 persen dari pasar spot dan 25 persen lainnya dari perusahaan-perusahaan tambang batu bara di Indonesia, yakni Kideco, Adaro dan Berau.

Suralaya, tambah Firdaus sulit menggantungkan operasionalnya dari pemasok-pemasok kecil karena sering datang terlambat. Padahal tidak semua bahan bakar pembangkit bisa diganti dengan minyak. Jadi kalau sampai batu baranya tidak ada, pasokan listrik di daerah Jawa - Madura - Bali akan berkurang daya sebesar itu. Kondisi ketenagalistrikan jadi sangat rawan, katanya.

Sementara itu, Kepala Divisi Regional (Kadivre) II PT KA untuk wilayah Sumsel, Ronny Wahyudi kepada Pembaruan, Senin (19/1) pagi menjelaskan, sebenarnya pengiriman batu bara dari Tanjung Enim ke Tarahan sudah normal sejak 27 Desember lalu. Walau memang berat muatan setiap gerbong sudah dikurangi, dari 50 ton per gerbong menjadi 40 ton per gerbong.

Dijelaskan, untuk rute itu, kereta api yang mengangkut batu bara tiap harinya sebanyak sebelas rangkaian, dengan jumlah 40 gerbong setiap rangkaian. Rute itu sempat tertutup akibat anjloknya tujuh dari 43 gerbong kereta api batu bara rangkaian panjang bermuatan 2.150 ton batu bara di lintas Baturaja-Kotabumi, Sumsel, pada 17 Desember lalu.

Akibat KA Babaranjang itu anjlok, jembatan mengalami rusak berat dan pasokan batu bara ke PLTU Suralaya terganggu.

sumber: