Pasokan ke Tambang Batu Bara Tak Berhenti
Selasa, 01 November 2005 |
Pasokan ke Tambang Batu Bara Tak Berhenti Banjarmasin, Kompas - Penjualan bahan bakar minyak jenis solar bersubsidi secara ilegal ke kawasan-kawasan tambang batu bara di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, masih terus berlangsung. Praktik ini memanfaatkan kelengahan polisi yang sedang konsentrasi mengamankan mudik Lebaran. Hal ini terbukti dengan tertangkapnya Kapal Motor Mega Purnama yang mengangkut 10 ton solar ilegal di perairan Tarjun, Kecamatan Kelumpang, Kotabaru, Kalsel, Minggu (30/10). Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kotabaru Ajun Komisaris Besar Sahimin Zainuddin, Senin (31/10), menyebutkan, jalur laut menjadi paling rawan pengangkutan solar ilegal yang dipasok ke kawasan-kawasan tambang batu bara. Sahimin mengungkapkan, selain menahan KM Mega Purnama, petugas juga menahan nakhoda bernama Sam, pemilik solar, karena pengangkutan solar itu sama sekali tidak dilengkapi dokumen resmi dari Pertamina. Solar itu diangkut dari perairan Kecamatan Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel. Penertiban solar ilegal ini harus terus dilakukan, karena kalau tidak, polisi juga akan sulit menertibkan penambangan batu bara ilegal, tambah Sahimin. Pekan lalu, petugas Polres Kotabaru menangkap ES (33), pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) milik PT PLN di Kecamatan Pulau Sembilan. Penangkapan ini dilakukan terkait penyimpangan distribusi solar 15 ton yang sebenarnya jatah untuk PLTD tersebut. Di Markas Polisi Air Kepolisian Daerah Kalsel masih ditahan sebuah buah kapal motor yang mengangkut 10 ton solar oplosan. Kapal itu ditangkap petugas Polair Polda Kalsel di perairan Pulau Datu, Kecamatan Batakan, Kabupaten Tanah Laut,pekan lalu. Polisi juga menahan Ard (22), nakhoda kapal, karena tidak bisa menunjukkan dokumen resmi pengangkutan BBM tersebut. Kepala Polda Kalsel Brigjen (Pol) Bambang Hendarso Danuri di Banjarmasin mengutarakan, pasokan solar ilegal ini akan terus berlangsung akibat tingginya kebutuhan BBM bagi para penambang batu bara ilegal. Selain itu, juga akibat terjadinya disparitas harga, karena harga solar bersubsidi Rp 4.300 per liter, sedangkan untuk industri di atas Rp 6.000 per liter. (ful) |