Pasokan Batu Bara untuk PLTU Suralaya Terancam Kritis
Pasokan Batu Bara untuk PLTU Suralaya Terancam Kritis
Kalau Tak
Suara pembaruan, 30 Agustus 2005
BONGKAR MUAT - Kapal pengangkut batu bara PT Arutmin membongkar muatan, di Dermaga II, Kawasan PLTU Suralaya, baru-baru ini. Adanya sejumlah produsen yang mengurangi pasokan batu bara menyebabkan makin jarangnya antrean kapal bongkar muat.
CILEGON - Pasokan listrik untuk Jawa dan
Demikian dikatakan Deputi General Manajer Bidang Pengelolaan Batu Bara PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya, Ria Tri Sakya di Cilegon, Sabtu (27/8).
Dikatakan, kondisi ini tidak dapat dianggap sepele sebab krisis pasokan batu bara, sebagai bahan bakar di PLTU Suralaya berdampak pada terhentinya operasional hampir semua unit pembangkit.
Hal itu berarti akan terjadi kekurangan pasokan listrik yang cukup besar untuk Jawa-Bali. Selama ini PLTU Suralaya memiliki daya terpasang total 3.400 Megawatt (MW) dan memasok lebih dari 25 persen daya yang dibutuhkan Jawa-Bali.
Stok batu bara di Suralaya kini 40.000-42.000 ton per hari atau sekitar 700.00 ton per tahun. Dengan stok tersebut, batu bara di Suralaya saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 17 hari. Padahal, normalnya stok batu bara setidaknya harus cukup untuk 21 hari.
Berkurangnya ketersediaan batu bara di Suralaya karena menurunnya pasokan dari PT Bukit Asam (BA), yang sudah terjadi sejak awal 2004. Semula PT BA memasok 12 juta ton batu bara per tahun ke Suralaya. Namun, sejak awal 2004 hingga saat ini pasokan berkurang hingga 50 persen, atau hanya sekitar 6 juta ton per tahun.
Padahal, tambahnya, pembangkit Suralaya didesain dengan spesifikasi batu bara BA. Karena pasokan terus berkurang sementara pembangkit harus tetap beroperasi, sejak 2004 terpaksa memakai batu bara dari
"Sampai sekarang kita belum mendapat kepastian kelanjutan pasokan batu bara, setelah kontrak habis. Kita akan minta bantuan pemerintah agar lebih memperhatikan persoalan ini sebab PLTU Suralaya benar-benar terancam krisis bahan bakar," katanya.
Diekspor
PLTU Suralaya, tambahnya, dirancang untuk menampung batu bara Bukit Asam dengan kalori 4600-5200, yang merupakan batu bara berkualitas bagus. Penggantian batu bara dari Bukit Asam, dengan batu bara dari Kalimantan tidak berdampak buruk pada mesin pembangkit. Penggantian itu berdampak pada pemborosan bahan bakar sehingga biaya produksi di Suralaya membengkak hingga sekitar Rp 1 triliun per tahun.
"Kalau sampai mempengaruhi atau merusak mesin, tidak. Tapi, harus diingat bahwa PLTU Suralaya dirancang dengan spesifikasi batu bara dari PT BA sehingga penggantian kualitas batu bara atau penggantian bahan bakar batu bara ke BBM mengharuskan dilakukan modifikasi, dan parahnya, tidak semua unit pembangkit bisa dimodifikasi. Hanya unit lima sampai tujuh yang bisa dimodifikasi, sedangkan unit satu sampai empat sama sekali tidak bisa. Kalau tidak ada batu bara sesuai spesifikasi mesin, unit satu sampai empat akan mati (tidak beroperasi)," katanya.
Kesulitan memodifikasi PLTU Suralaya juga terkait dengan biaya. Modifikasi setiap unit pembangkit memerlukan biaya paling sedikit Rp 10 miliar. Saat ini baru pembangkit unit 7 yang sudah dimodifikasi.
"Kami berharap pemerintah turun tangan membantu Suralaya mendapatkan kepastian pasokan batu bara dari swasta. Pemerintah harus mempertegas bagaimana fungsi DMO (domestic market obligation) supaya produsen batu bara mengutamakan kebutuhan di dalam negeri, bukan mengutamakan ekspor," katanya.
Seperti diketahui, PT BA mengurangi pasokan batu bara ke Suralaya karena lebih memilih mengekspor, dengan pertimbangan selisih harga yang tinggi antara dijual ke Suralaya dengan dilempar ke luar negeri. PT BA dikabarkan memperoleh selisih pemasukan sekitar Rp 10 miliar setiap bulan dari ekspor batu bara yang seharusnya dipasok ke Suralaya.
Selama ini PT BA menjual batu bara ke Suralaya dengan harga Rp 272.000 per ton, sedangkan harga internasional sudah melebihi Rp 300.000 per ton. Harga batu bara dari