Pasok konsentrat rendah Timah tunda pengapalan

 

JAKARTA (Reuters): Bisnis, 2 April 2004 - Sejumlah pengapalan timah yang dilakukan PT Timah dari Indonesia, produsen timah terbesar dunia, mengalami penundaan menyusul kelangkaan bahan baku.

Prasetyo Budi Saksono, juru bicara PT Timah mengatakan berkurangnya pasok konsentrat timah memaksa BUMN itu membatalkan sejumlah rencana pengapalan selama Januari-Februari 2004.

Menurut Saksono, meskipun kondisi tersebut diharapkan segera pulih masih akan ada beberapa penundaan lagi.

"Pengiriman tertunda selama tiga atau empat pekan, dan orang mulai mengira bahwa kegiatan produksi berhenti. Tidak demikian, tetapi produksi memang turun sedikit," ujarnya dalam jawaban tertulis atas pertanyaan Reuters.

Ketatnya pasok global yang disertai meningkatnya permintaan membuat harga timah dunia melambung tinggi.

Di bursa timah Kuala Lumpur, harga logam itu mengalami reli hingga mencapai posisi tertinggi dalam 12 tahun ini yaitu US$8.520 per ton, sementara kontrak timah bulan ketiga di London Metal Exchange menyentuh posisi puncak baru sejak 14,5 tahun lalu pada US$8.500.

"Sejumlah pengapalan tertunda, meskipun sekarang menjadi lebih baik, masih akan ada beberapa penundaan," kata Saksono.

Dia menuturkan produksi tambang biasanya merosot selama musim hujan di Indonesia, yaitu antara Oktober-Maret, dan kadangkala mengganggu proses pengerukan timah di daerah operasi lepas pantai yang dimiliki PT Timah.

BUMN itu telah mengirim 4.500 hingga 5.000 ton dari target 8.000 ton refined tin pada Januari dan Februari, terutama ke Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, Eropa, dan AS, kata Saksono. Rincian rencana pengapalan Maret dikatakannya belum ada.

Produksi 2004

Saksono belum dapat memastikan apakah kelangkaan biji timah saat ini akan berpengaruh terhadap produksi PT Timah sepanjang 2004.

"Masalahnya adalah kami belum dapat memenuhi permintaan saat ini, padahal sebagian besar konsumen memerlukan penyerahan selama musim gugur dan musim dingin. Namun, jika dilihat situasi pasok permintaan sepanjang tahun, defisit tidak akan sebesar itu," jelasnya.

PT Timah, sebelumnya, menyatakan produksi timah olahan tahun ini diperkirakan akan turun menjadi sekitar 42.000 ton dari 45.906 ton tahun lalu, karena kesulitan untuk mendapatkan konsentrat. Pada 2002, produksi mencapai 43.528 ton.

Timah di LME diperdagangkan pada US$8.500/US$8.550 per ton, dibandingkan US$6.300 di awal 2003.

Persediaan timah di gudang terdaftar LME, turun 525 ton hingga menjadi 7.195 ton pada perdagangan Rabu, yang merupakan posisi terendah sejak Februari 1999. Stok tercatat mencapai rekor 39.475 ton pada Agustus 2002.

Pertumbuhan jumlah penambang skala kecil yang baru di daerah produksi utama timah di Bangka, juga memicu ketatnya persaingan untuk mendapatkan biji timah dalam beberapa bulan terakhir.

Sedikitnya tujuh penambang, yang baru diberi lisensi operasi tahun lalu oleh pemerintah setempat, menjadi pesaing bagi PT Timah dan PT Koba Tin.

Koba Tin adalah perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Malaysia Smelting Corporation Bhd, sementara Timah memegang kepemilikan minoritas.

Sumber di kalangan industri mengatakan persaingan tersebut dapat meningkatkan peluang terjadi kadar kemurnian rendah dari timah yang dihasilkan oleh Bangka.

Di sisi lain, Saksono mengatakan menguatnya harga timah juga dapat memicu penyelundupan konsentrat dari Indonesia.

Menghadapi meluasnya ekspor tanpa izin, Indonesia telah melarang ekspor berbagai jenis biji timah dan konsentrat sejak 2002

sumber: