Panggung sandiwara Newmont : Bagian pertama dari dua tulisan

 

KOMPAS - Dunia ini panggung sandiwara," kata penyanyi Achmad Albar dalam lagunya berjudul Panggung Sandiwara. Kalau kita hayati lagu itu, tampaknya lekat kaitannya dengan kasus yang menyangkut PT Newmont Minahasa Raya (NMR). Ya, sebuah panggung sandiwara.

Menurut Polri, NMR merupakan biang keladi tercemarnya Teluk Buyat, sehingga ratusan orang di sekitarnya terkontaminasi penyakit seperti yang menyerang warga Teluk Minamata di Jepang puluhan tahun lalu.

Penyakit Minamata didefinisikan sebagai penyakit yang diterima seseorang karena adanya penumpukan metil merkuri di dalam sistem internal yang merusak utamanya sistem saraf pusat dan juga sistem saraf tepi. Gejala-gejalanya meliputi gangguan indra, gemetar dan hilang keseimbangan dan lain-lain.

Sebagai konsekuensi dari tuduhan bahwa NMR mencemari Teluk Buyat, maka pimpinan NMR termasuk Presdirnya Richard Ness hendak dikenakan tahanan.

Tentu saja rencana Mabes Polri menahan warga Negeri Paman Sam itu membuat gerah Dubes AS Ralph L. Boyce.

Dengan gaya-gaya sebagai wakil negara adikuasa Ralph Boyce menghadap Presiden Megawati.

Tindakan yang sama persis dilakukan oleh Dubes Ka-nada Kenneth Sunquist pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid ketika perusahaan Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) dari negerinya dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta pada Juni 2000.

Kita tidak tahu konsesi apa yang diberikan oleh Presiden Megawati kepada Boyce dalam pertemuan itu. Tapi yang jelas, Boyce dengan senjata investasinya, dengan nada setengah mengancam mengatakan bahwa investor negeri itu tidak mau ke Indonesia jika Ness Cs tidak dibebaskan.

Mendadak saja lembaga Mabes Polri menjadi penting di mata Boyce. Boyce yang selama ini dengan jumawa menolak permintaan Kapolri agar tahanan Hambali diekstradisi ke Indonesia, kini dengan wajah manis bertandang ke Mabes Polri.

Bukan hanya bertandang. Boyce tiba-tiba menjadi dermawan dengan memberikan bantuan senilai US$9,3 juta kepada Mabes Polri. Bantuan sebesar itu digunakan untuk meningkatkan penegakan hukum sipil.

AS yang jumawa

Dari sepak terjang Boyce itu memang nampak bahwa Amerika Serikat ingin menunjukkan kejumawaannya. Seolah-olah segalanya bisa dibeli. Amerika dengan segala perusahaan multinasionalnya, memang dikenal sebagai perusak lingkungan. Freeport di Irian, misalnya, menggaruk gunung Iceberg yang menggapai langit dengan salju abadinya, menjadi jurang yang dalam.

Sedangkan limbahnya yang beracun-lazim disebut tailing-dihamparkan sepanjang sungai Aykwa yang mencapai ratusan kilometer dengan volume 110.000 metrik ton per hari.

Segala keanekaragaman hayati di sungai itu punah sudah. Tapi syukurnya di sepanjang sungai Aykwa itu sama sekali tidak banyak berpenghuni. Sehingga segala belang perlakuan perusahaan tambang Amerika di negeri ini tidak terbongkar.

NorWatch Newsletter No.5, 1999 menyebutkan Freeport McMoran Copper Gold (USA) yang merupakan operator dan pemilik pertambangan tembaga dan emas terbesar di dunia bersama mitranya perusahaan pertambangan Inggris Rio Tinto.

Norwatch mengkritik Freeport yang dinilainya tidak populer secara internasional.

sumber: