Pajak Ekspor Dipertanyakan

Pajak Ekspor Dipertanyakan

 Media Indonesia, 20 Oktober 2005

 

JAKARTA (Media): Pengusaha batu bara mempertanyakan keputusan pemerintah memungut pajak ekspor sebesar 5% terhadap komoditas batu bara.

"Hari ini kami akan layangkan surat keberatan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Bila dalam dua hari ini tidak ada respons, kami akan ajukan protes," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Batu bara Indonesia (APBI) Jefrey Mulyono di Jakarta, kemarin.

Pengusaha menilai kebijakan memungut pajak ekspor untuk batu bara itu tidak berdasar. Jefrey berpendapat, bila pemerintah ingin meningkatkan penerimaan negara, bisa diperoleh dari peningkatan pendapatan perusahaan akibat ekspor. Di sisi lain, pemenuhan kebutuhan dalam negeri bisa dilakukan melalui kewajiban domestic market obligation/DMO.

Keputusan pemerintah memungut pajak ekspor sebesar 5% terhadap komoditas batu bara itu tertuang dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK-02/2005 tentang penetapan tarif pungutan ekspor atas batu bara. Dalam aturan tersebut terungkap bahwa alasan pemerintah mengenakan pajak ekspor terhadap batu bara untuk menjaga keseimbangan persediaan bahan baku di dalam negeri.

Dalam kesempatan terpisah, Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Simon F Sembiring juga menyesalkan pungutan ekspor batu bara tersebut. Dia menilai kebijakan itu diskriminatif. Pasalnya, pungutan hanya berlaku bagi pemegang Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi II dan III. Sedangkan PKP2B generasi I bersifat lex specialist, artinya aturan di luar kontrak tidak berlaku.

Padahal, hampir semua pemegang kontrak generasi II dan III adalah pengusaha nasional. Sedangkan pemegang kontrak generasi I sebagian besar pengusaha asing, seperti Kaltim Prima Coal (KPC), Adaro, Kideco, dan Berau. Simon juga mempertanyakan nilai pungutan pajak ekspor sebesar 5%. Saat ini, perusahaan batu bara telah dipungut royalti sebesar 13,5%. Dengan tambahan pajak tersebut maka pungutan menjadi 18,5%.

Menurut Simon, Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro telah melayangkan surat keberatan kepada Menteri Keuangan bulan lalu ketika masalah pajak itu masih dalam pembahasan. Saat itu, besaran pajak yang akan dipungut Depkeu justru mencapai 10% terhadap produk pertambangan batu bara, emas, perak, dan tembaga.

sumber: